Saham Unilever Jadi Incaran Pemodal

VIVAnews – Saham-saham di industri consumer goods bakal menjadi incaran investor pada 2009. Selain tergolong defensive stock, pergerakan saham di industri ini cenderung kebal krisis.

Tekanan krisis ekonomi global yang merembet ke sejumlah industri di dalam negeri tidak menyurutkan pertumbuhan kinerja perusahaan di sektor barang-barang konsumsi rumah tangga.
 
Ketika sejumlah perusahaan didera krisis, industri consumer goods tetap mampu bertahan. Ini karena produk yang dihasilkan merupakan barang kebutuhan sehari-hari.

Sebagai penopang perekonomian negara, konsumsi masyarakat menyokong 80 persen dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). “Konsumsi pasti akan terpukul krisis. Meski demikian, sektor ini masih akan bertumbuh, karena jumlah penduduk juga meningkat,” kata Direktur PT Reliance Securities, Steve Susanto, kepada VIVAnews, belum lama ini.

Dia menilai, industri consumer goods akan bertahan. Pertumbuhannya selama ini sekitar lima persen. Meski demikian, tahun depan angka lima persen diperkirakan tidak tercapai. Daya beli masyarakat yang terkikis karena faktor inflasi menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan industri ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari total produk domestik bruto Rp 1.340 triliun pada triwulan III-2008, sebesar Rp 777 triliun dikontribusi oleh konsumsi rumah tangga.

Di sisi lain, kinerja perusahaan-perusahaan di sektor tersebut sepanjang triwulan ketiga juga menunjukkan kenaikan. Tak terkecuali, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Produsen barang-barang konsumsi dan produk kosmetik dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 56,46 triliun (per 12 Desember 2008) atau ketiga terbesar setelah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Rp 133,05 triliun) dan PT Bank Central Asia Tbk (Rp 67,73 triliun) itu tetap mampu tumbuh.

Per 30 September 2008, penjualan bersih Unilever meningkat 22,4 persen menjadi Rp 11,75 triliun dibandingkan periode sama 2007 sebesar Rp 9,6 triliun. Laba bersih tercatat Rp 2,04 triliun, atau meningkat 29,9 persen.  

Laba bersih per saham (EPS) terbukukan Rp 268 per unit, atau naik 29,4 persen dibandingkan sembilan bulan 2007 sebesar Rp 207 per unit. Total aset Unilever mencapai Rp 6,58 triliun dengan ekuitas Rp 3,46 triliun.

Unilever mewakili sejumlah perusahaan di sektor itu yang mampu bertahan di tengah himpitan penurunan daya beli. Dengan citra sebagai perusahaan global yang telah beroperasi di Indonesia selama 75 tahun, Unilever menjadi cermin kekuatan industri konsumer.

Perusahaan yang berdiri pada 5 Desember 1933 itu pun telah menggelontorkan dana hingga Rp 1,2 triliun sepanjang 2005-2007.

Target Harga Rp 7.000
Analis PT BNI Securities, Akhmad Nurcahyadi, mengatakan, kinerja Unilever tertopang citra sebagai perusahaan global. Ekspansi perusahaan di dalam negeri akan memicu pertumbuhan kinerja.

Arus kas perusahaan cukup besar. Per September tahun ini, kas dan setara kas Rp 805,04 miliar, lebih tinggi dibanding periode sama 2007 sebesar Rp 794,41 miliar. “Perusahaan ini unggul dalam diversifikasi produk. Unilever juga andal dalam strategi persaingan pasar,” ujar dia kepada VIVAnews.

Selain diversifikasi, perusahaan ini unggul untuk variasi produk turunan. “Unilever berani bersaing dengan diri sendiri, yakni penciptaan produk sejenis dengan merek baru,” kata dia.

Meski demikian, harga saham Unilever saat ini (per 17 Desember 2008 di level Rp 7.800) sudah di atas harga wajar (fair value). Target harga saham dalam 12 bulan Rp 7.000 per lembar.

“Bila perusahaan tidak melakukan aksi korporasi, akuisisi, atau meningkatkan kapasitas produksi, kami tidak melihat alasan untuk menaikkan target harga saham Unilever,” tuturnya.

Hingga akhir tahun ini, BNI Securities memproyeksikan pendapatan Unilever sebesar Rp 13,54 triliun dengan laba bersih Rp 2,12 triliun. Proyeksi pendapatan itu meningkat 7,9 persen dibandingkan 2007 sebesar Rp 12,54 triliun. Sementara itu, target laba bersih naik 8,1 persen dibanding realisasi tahun lalu Rp 1,96 triliun.

“Valuasi Unilever memang sudah mahal. Dengan PER (price to earning ratio) 23,2 kali, Unilever berada di atas rata-rata PER industri 24 kali,” kata dia. Namun, di industrinya, Unilever termasuk kategori saham yang mampu bertahan (defensive stock) dan aktif membagikan dividen.

Kepala Riset PT Danareksa Sekuritas, Sebastian Sharp, sependapat, saham di sektor barang konsumsi, termasuk Unilever masih menjanjikan. “Yang kami rekomendasikan saat ini adalah saham dengan beta di bawah 1, seperti Unilever (beta 0,7),” ujar dia kepada VIVAnews.

Saham yang memiliki beta di bawah 1 masih bisa dipegang sementara waktu. Namun, kenaikan harga saham tersebut tidak secepat pertumbuhan pasar.

Jasad Dalam Koper Ditemukan di Bali, Wanita Michat Asal Bogor Dibunuh Pelanggan
Marselino Ferdinan

Top Trending: Video Seorang Istri Menangis hingga Timnas Kalah, Marselino Jadi Tumbal

Artikel mengenai Viral Video Seorang Istri Menangis Saat Terbangun Melihat Suaminya sedang di sorot para pembaca sehingga diposisi terpopuler pertama pada kanal trending.

img_title
VIVA.co.id
4 Mei 2024