VIVAnews - Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono mengatakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) punya kewajiban untuk mengamankan kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan negara.
Apapun yang dilakukan TNI dalam tugasnya, dengan kekerasan sekalipun, harus dilihat secara utuh.
"Jangan hanya dipukul rata sebagai pelanggar HAM (hak asasi manusia) berat, karena dia tentara," kata Juwono dalam Seminar bertajuk 'HAM dan Pertahanan Negara' di Ruang Bhineka Tunggal Ika, Departemen Pertahanan, Jakarta, Kamis 18 Desember 2008.
Tentara, kata Juwono, punya hak untuk menggunakan kekerasan negara atas nama keselamatan negara.
Menurutnya, ada dua tafsir terkait kekerasan yang dilakukan tentara. Di satu sisi, dikatakan sebagai kekerasan yang dilakukan pelanggar HAM berat, Disisi lain, dianggap sebagai kekerasan yang sah atau dibenarkan.
"[adalah] Hak TNI untuk mengamankan negara dengan menggunakan kekerasan negara yang diabsahkan untuk melawan hak-hak orang atas nama kemerdekaan, pribadi atau kelompok," tambah Juwono.
Penelusuran VIVAnews, ada banyak kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang melibatkan oknum anggota TNI, termasuk peristiwa Gerakan 30 September 1965, kasus Tanjung Priok, kasus Talangsari, kasus Semanggi I, dan kasus Semanggi II. Dalam peristiwa-peristiwa tersebut, oknum anggota TNI berhadapan langsung dengan masyarakat. Korban jiwa pun berjatuhan.