VIVAnews - Kejaksaan Agung saat ini tengah mengusut kasus impor bahan baku untuk bensin tanpa timbal atau High Octane Mogas Component (HOMC). Kasus ini akan diseriusi kejaksaan setelah kasus dugaan korupsi sistem administrasi badan hukum selesai.
"Kami saat ini konsentrasi pada kasus sisminbakum dulu, sabar-sabar dulu," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Marwan Effendy, saat dihubungi VIVAnews, Sabtu 27 Desember 2008.
Menurut Marwan, kasus tersebut saat ini masih dalam tahap penyelidikan. "Masih menunggu perhitungan teknis," kata dia.
Saat ini, kasus dugaan korupsi ini ditangani satuan khusus kejaksaan terkait barang dan jasa. Kejaksaan membentuk dua tim.
Proyek HOMC diduga merugikan Pertamina karena harus mengimpor HOMC dengan harga mahal. Akibatnya terjadi penurunan net margin pengolahan Pertamina dari US$ 3,08 per barel crude (pada 2005) menjadi US$ 0,16 per barel crude (prognosa Desember 2006) atau kerugian sekitar US$ 2,92 per barel crude.
Angka tersebut jika dikalikan dengan pengolahan crude pada 2006 sebesar 340.262.733 barel crude, maka kerugian yang diderita Pertamina sekitar US$ 993,6 juta atau sekitar Rp 9,2 triliun.
Menurut data yang diperoleh VIVAnews, impor yang sama juga terjadi pada 2005. Impor HOMC melonjak dari 6 juta barel menjadi 10 juta barel. Dengan harga rata-rata US$ 61,1 per barel pada 2005, maka Pertamina pada tahun itu merugi US$ 308 juta. “Jika ditambah dengan kerugian 2006 maka totalnya menjadi US$ 1,302 miliar atau setara Rp 12,1 triliun,” ujar sumber VIVAnews beberapa waktu lalu.
Duit itu bisa digunakan untuk membangun 6 kilang yang memproduksi bensin tanpa timbal. “Sebab biaya pembuatan satu kilang US$ 230 juta. Jika ini yang dilakukan maka Pertamina tak perlu mengimpor HOMC lagi," kata seorang karyawan Pertamina.
Kasus ini bermula saat pemerintah pada 1999 berniat mengurangi penggunaan timbal (tetra ethyl lead/TEL) dalam memproduksi bensin bersubsidi. Namun, proses pembuatan bensin non-timbal berbiaya tinggi, karena Pertamina harus mengganti timbal dengan HOMC yang harganya jauh lebih mahal.
Hal inilah yang membuat Menteri Keuangan Boediono (sekarang Gubernur Bank Indonesia) pada 2003 tidak bersedia menandatangani Surat Kesepakatan Bersama (SKB) dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Surat ini, isinya mewajibkan bensin yang diproduksi Pertamina tidak mengandung timbal.
Pada Januari 2005 Direktur Jenderal Migas Departemen Energi Iin Arifin Takyan dalam suratnya kepada Direktur Utama Pertamina pada prinsipnya juga menegaskan penyediaan bensin tanpa timbal hanya bisa dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.
Satu bulan kemudian, direksi Pertamina menyurati Menteri Negara BUMN meminta persetujuan proyek bensin tanpa timbal. Namun, hingga Juni 2005—ketika Pertamina mulai mengganti timbal dengan HOMC dalam proses produksi bensin bersubsidi di kilang Cilacap-Departemen Keuangan dan kementerian BUMN belum memberikan persetujuan tertulis.
VIVA.co.id
1 Mei 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
Partner
Boruto mengungkap misteri besar tentang Kara, di mana Jigen adalah wadah bagi Otsutsuki Isshiki. Karma memainkan peran penting dalam perang dan nasib Kawaki. Boruto menja
Tsuchikage, pemimpin tertinggi desa Iwagakure, terdiri dari Ishikawa, Muu, Onoki, dan Kurotsuchi, masing-masing menonjolkan kebijaksanaan dan pengalaman dalam sejarah des
OTG di HP, Si Mungil Serbaguna untuk Koneksi Antar Perangkat, Ini Fungsi dan Cara Menggunakannya
Gadget
44 menit lalu
OTG, singkatan dari On-The-Go, adalah sebuah teknologi yang memungkinkan perangkat mobile seperti smartphone atau tablet untuk bertindak layaknya host USB.
Ini Dia Wujud Asli dari Mode Jinchuriki Kushina di Manga Minato
Gadget
sekitar 1 jam lalu
Kushina, Jinchuriki Kuat Kurama, melewati tantangan besar. Terjebak dalam wilayah segel, mengalami transformasi chakra, dan menghadapi Kurama yang kuat 100%. Keberanianny
Selengkapnya
Isu Terkini