Kasus Sisminbakum

"Itu Wewenang Penuh Menteri"

VIVAnews - BEKAS Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Romli Atmasasmita menolak penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi biaya sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum). Menurut Romli, tidak ada uang negara yang digunakan dalam proyek tersebut.

Berikut petikan wawancara VIVAnews dengan Romli,  Kamis, 13 November 2008:  

Apa tanggapan Anda setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Sisminbakum?

Ya sudah, status tersangka ya tersangka.

Anda menerima dijadikan tersangka?

Wah saya menolak. Cara penahanan juga sudah saya tolak. Kemarin kan belum ditunjukkan barang buktinya, bagaimana saya tahu salahnya dimana. Yang terpenting penetapan tersangka sudah saya tolak. Cara-cara menjadikan saya tersangka tidak betul. Tidak berdasarkan KUHAP, tidak berdasar ketentuan-ketentuan, prosedur yang berlaku di Indonesia, begitu saja.

Benarkah Anda sudah mengetahui akan dijadikan tersangka sejak beberapa bulan lalu?

Itu apalagi. Skenario. Skenario. Pertama saya dihubungi Todung Mulya Lubis, dia mengetahui saya sudah akan ditahan Kejaksaan Agung. Status saya tersangka. Itu tanggal 9 Oktober (2008) lho.

Terus saya pulang tanggal 15Oktober,  [pemberitaan] sudah running di koran. Marwan [Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Marwan Effendi] sudah mulai banyak bicara. Mulai menuduh.

Kemudian 30 Oktober 2008, diperiksa dengan surat berdasarkan perintah Jaksa Agung Muda Pidsus. Tapi tanggal 6 November sudah langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Anda konseptor proyek ini?

Konseptor ya jelas konseptor. Karena itu kan sistem pelayanan publik yang harus lancar. Saya kemudian cari akal, supaya lancar. Nah saya gunakan sistem online.

Sejak kapan sistem ini mulai dijalankan?

Kalau dengan Keputusan Menteri, tahun 2000, Oktober.

Bagaimana dengan penunjukan lansgung PT Sarana Rekatama Dinamika sebagai pelaksana proyek tersebut?

Penunjukannya oleh menteri.

Anda terlibat dalam penunjukan langsung itu?

Nggak ikut. Itu wewenang menteri penuh.

Bagaimana dengan pembagian keuntungan 90:10 persen?

Itu ada dalam kontrak antara PT dengan Koperasi.

Mengapa yang dipilih koperasi?

Menteri berpendapat ini urusan access fee kan. Kerja sama itu nggak mungkin kementerian. Kan ngga ada APBN-nya. Jadi tidak ada kewajiban pemerintah harus kerja sama dengan swasta. Bagaimana bisa tiba-tiba kementerian atau direktur jendral kerja sama dengan swasta?

APBN-nya nggak ada. Jadi dipakailah koperasi, sebab yang bisa bekerja sama dengan swasta kan koperasi. Kecuali memang di dalam APBN ada dana atau anggaran untuk Sisminbakum, maka berlaku Keppres no 80 (tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)  itu.

Harus lelang, tender. Tapi ini kan dari swasta ke swasta, pihak koperasi dengan swasta. Dananya seratus persen dari swasta.

Jadi Anda tidak terlibat dalam penunjukan Sarana Rekatama?

Nggak ikut. Dirjen itu teknis. Kalau sudah ditunjuk, baru datang ke Dirjen. “Mana nih kerjaannya?”
Menurut saya Pak Menteri kan menunjuk ya…. karena waktu itu memang sudah ada yang sanggup mendanai anggaran yang cukup besar untuk Sisminbakum. Dan menteri juga tidak ada kewajiban untuk melelang. Kalau pakai APBN wajib lelang.

Menurut mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, Sarana Rekatama ditunjuk karena orang-orangnya sudah dikenal dan berpengalaman. Apa benar seperti itu?

Yang saya tahu, waktu kerja sama teknis dengan saya, Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum, bikin sistem, mereka sudah berpengalaman semua. Tiga bulan penjuriannya. Tapi orang-orangnya sudah ahli IT semua. Nyatanya lancar kan. Tidak ada keluhan. Pada senang semua.

Mengapa hanya 10% yang masuk ke koperasi?

Jadi begini. Kontraknya antara swasta dan koperasi. Koperasi menggunakan UU Koperasi, Sarana Rekatama menggunakan UU Perseroan Terbatas.

UU No 20 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak tahun 1997 menyatakan setiap pemasukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) wajib disetor ke negara. Nah dalam peraturan pemerintah (PP) untuk PNBP Departemen Kehakiman, tidak disebutkan soal access fee.

(Sedangkan) PNBP-nya sebesar Rp 200 ribu, disahkan dalam Peraturan Pemerintah. Dan dalam surat edaran saya, setiap notaris yang mau akses Sisminbakum  harus membayar PNBP. Kalau tidak bayar PNBP dia tidak bisa akses.

Yang disebut dalam PNBP dalam lingkungan Departemen Kehakiman adalah Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1999. PNBP termasuk pengesahan, pendirian badan hukum, perubahan, harganya Rp 200 ribu harus bayar.

Access fee tidak disebut dalam PNBP di dalam PP (no 26 tahun 1999). Jadi access fee yang masuk ke Sarana Rekatama itu tidak ada masalah. Sah-sah saja. Yang masuk ke dalam koperasi juga tidak masalah. Karena yang Rp 200 ribu tetap masuk ke kas negara. Memenuhi syarat. Jadi sebenarnya masalah di mana.

Sekarang pertanyaannya begini, yang dibagi itu duit siapa? Duit negara atau duit swasta? Kalau dalam Peraturan Pemerintah, itu duit negara atau duit swasta?

Jadi Anda tetap menganggap ini duit koperasi dan swasta?

Nah kejaksaan berpendapat access fee itu identik dengan PNBP. Kenapa saya bilang begitu, mereka mengidentikkan access fee dengan PNBP karena bagian yang 10 persen itu dipersoalkan. Kalau yang 10 persen ke koperasi dipersoalkan, mengapa yang 90 persen tidak dipersoalkan? Kenapa tidak keseluruhan dipersoalkan?

Logikanya, kalau itu dianggap PNBP, ya berarti ada penafsiran hukum yang salah di kejaksaan.

Kejaksaan juga merujuk Surat Keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani tahun 2007 yang menganggap Sisminbakum sebagai PNBP. Bagaimana menurut Anda?

Awalnya begini kata kejaksaan. Setiap pemungutan dana masyarakat itu harus masuk PNBP. Makanya ada pungutan dana dari masyarakat. Kan begitu penafsirannya.

Tapi tunggu dulu, dana dari mana yang dipungut, UU apa yang dipakai. Kalau PNBP,  peraturan pemerintahnya sudah jelas. Dan itu masuk. Sebelum bisa akses, Rp 200 ribu sudah harus lunas dulu. Dan itu masuk ke negara. Nggak ada yang berkurang.

Jadi salah kalau kejaksaan menafsirkan access fee identik dengan PNBP. Saya memandang begini, hukum kan ada dua, hukum publik dan hukum privat. Kontrak kerja antara PT dengan koperasi termasuk perdata (privat). Kami bekerja dalam ranah hukum publik. Sehingga kami tidak boleh bekerja sama dengan swasta, sepanjang tidak ada dana APBN. Dan dana APBN sepeser pun tidak kami pakai.

Jadi tidak ada urusan dengan negara. Hanya swasta, hasilnya disetor ke koperasi, dari koperasi disetor lagi ke koperasi kami, kan. Perhitungannya masuk lagi ke Koperasi Administrasi Hukum Umum. Jadi Dirjen, juga saya sendiri tidak punya duit, tidak menerima duit, tidak melihat duit. Yang dapat ya pengurus koperasi.

Menurut sumber kami, ada dokumen yang memperlihatkan kesepakatan antara Anda dengan Ali Amran Djanah tentang pembagian keuntungan 60 persen untuk pihak pertama dan 40 persen untuk pihak kedua, dari 10 persen keuntungan Sisminbakum. Tanggapan Anda?

Tahun berapa? Tanggal berapa?

Di dokumen itu tertanggal 25 Juli tahun 2001. Tanggapan Anda?

Yang tanda tangan siapa itu...

Di situ tertulis Anda dan Ali Amran Djanah.

Saya sebagai apa di situ tanda tangan? Ali Amran sebagai apa?

Sebagai Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum, Ali Amran sebagai Kepala Koperasi.

Saya buat perjanjian dengan koperasi? Seperti itu? Masa Dirjen dengan Koperasi? Jangan-jangan antara Koperasi Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum dengan Koperasi Pengayoman. Saya belum lihat tuh. Kamu dapat dari mana? Kamu sudah baca? Itu kan belum saya baca. Belum sampai ke sana pemeriksaan. Mungkin besok, Jumat. Jadi saya tahu.

Pertama, itu benar atau tidak. Tanda tangan saya atau bukan. Tanggalnya benar tidak? Kalau tanda tangan saya, apa saya salah tanda tangan. Apa tidak boleh saya buat tanda tangan seperti itu. Begitu, kan. Kalau dasarnya itu memang bukan PNBP.

Jadi Anda belum tahu mengenai dokumen tentang pembagian 60 persen dan 40 persen itu?

Belum tahu. Belum tahu. Mungkin besok.

Alasan Manajer Resto Milik Hotman Paris Bawa Kabur Uang Rp 172 Juta, Kecanduan Judi Online
Tunggal putra Indonesia, Anthony Ginting

Hasil Drawing Perempat Final Thomas Cup dan Uber Cup 2024

Drawing perempat final Thomas Cup dan Uber Cup 2024 dilangsungkan pada Rabu 1 Mei 2024 setelah fase grup rampung. Hasil drawing sudah ditentukan dan diumumkan ke publik.

img_title
VIVA.co.id
2 Mei 2024