Syarat 20% Kursi Parlemen Konstitusional

Sumber :

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi menolak gugatan uji materiil pasal 3 ayat 5 dan pasal Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. "Dalil-dalil pemohon tidak beralasan," kata hakim konstitusi, Arsyad Sanusi.

Mahkamah tidak sependapat dengan dalil pemohon Partai Bulan Bintang yang menyatakan materi pasal 9 merupakan materi muatan Undang-undang Dasar 1945 sehingga pasal tersebut mereduksinya. Menurut Mahkamah, pasal itu merupakan norma dari pasal 6A ayat 2 yang merupakan legal policy yang terbuka.

"Tidak ada korelasi logis antara persyaratan 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah nasional dengan pelaksanaan Pemilu yang demokratis. Lagipula syarat dukungan 20 persen kursi parlemen dan 25 persen suara sah nasional merupakan dukungan awal sebelum Pemilihan Presiden yang kelak menjadi pemerintah," kata hakim konstitusi menjawab argumentasi pemohon dari enam partai politik di sidang di gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu 18 Februari 2009.

Sementara, gugatan pasal 3 ayat 5 tak bisa diluluskan karena menyangkut prosedural bernegara. "Di mana presiden dan wakil presiden dilantik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sehingga membuat Pemilihan Umum anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus  dilakukan lebih dulu."

Sidang ini sebenarnya terdiri atas tiga berkas perkara terpisah yang diajukan oleh tiga pemohon yang berbeda, namun majelis hakim konstitusi akan memutusnya dalam satu berkas putusan.

Berkas pertama diajukan Saurip Kadi dengan nomor perkara 51/PUU-VI/2008. Saurip mengajukan pengujian Pasal 9 UU Pemilihan Presiden. Pasal 9 mengenai “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh prosen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh prosen) dari suara sah nasional dalam pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.”

Kemudian berkas kedua diajukan Partai Bulan Bintang dengan kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra dan kawan-kawan. Berkas perkara nomor 52/PUU-VI/2008 ini meminta pengujian pasal 3 ayat 5 dan pasal 9 UU Pemilihan Presiden. Pasal 3 ayat 5 berisi “Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD.” Yusril dan kawan-kawan menyatakan Pemilu dan Pemilihan Presiden yang terpisah melanggar konstitusi.

Berkas ketiga atas nama enam pemohon yakni Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Buruh, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Republika Nusantara. Berkas perkara bernomor 59/PUU-VI/2008 mengajukan pengujian pasal 9 saja.