Konsumen Rumah Susun Layak Dibiayai Bank

Sumber :

VIVAnews - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta perbankan tidak menyamaratakan risiko semua industri.

"Kondisinya saat ini, perbankan banyak menghentikan laju kredit pengusaha karena berpandangan semua industri berisiko," kata Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Erwin Aksa saat jumpa pers di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin, 9 Maret 2009.

Padahal, menurut Erwin, masih banyak usaha yang prospeknya bisa dibiayai oleh perbankan. Artinya, tidak semua usaha berisiko kredit macet. "HIPMI harapkan, perbankan bisa lebih kreatif dan berani untuk melihat peluang dari industri yang prospeknya masih bagus," katanya.

Erwin mengatakan beberapa sektor yang masih berpeluang prospek usahanya di antaranya, sektor sumber daya alam, baik itu pertanian, perkebunan, maupun pertambangan, sektor properti terutama untuk segmen kalangan menengah ke bawah seperti rumah susun, sektor jasa, dan industri kreatif seperti industri perfilman.

"Selain itu, untuk industri yang memproduksi kebutuhan dalam negeri juga masih punya prospek," ujarnya.

Sektor sumber daya alam seperti CPO, karet, dan kopi, diakui Erwin tidak terlalu terkena dampak krisis global. "Meski beberapa pengusaha mengeluhkan harga anjlok tapi dari segi volumen masih bisa dipertahankan," katanya. Sehingga, pengusaha yang berbasis perkebunan tidak melaporkan adanya kerugian, hanya pengurangan keuntungan.

Sedangkan untuk sektor konstruksi, menurut Erwin, akan tetap bertahan karena masih banyak proyek pemerintah dengan nilai yang cukup besar, seperti pembangunan jalan, jembatan, dan bandara.

Erwin memperkirakan anggota HIPMI yang bergerak di sektor pertanian sebanyak 400 orang, dimana 30 hingga 40 pengusaha di antaranya merupakan pengusaha besar. Sedangkan sektor perkebunan berskala besar terdapat 20 orang pengusaha. "Total anggota HIPMI ada 35 ribu orang yang banyak bergerak di sektor perdagangan, konstruksi, dan properti," kata Erwin.