Beban Utang Pemerintah Mengkhawatirkan

Sumber :

VIVAnews - Lembaga riset Bright Indonesia menilai kondisi utang pemerintah sudah sampai tahap mengkhawatirkan. Dilihat dari profil utang dan waktu jatuh temponya, pembayaran beban utang cenderung tidak akan mengalami penurunan di masa yang akan datang.

Dari data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, sampai 12 Desember 2009 utang dalam negeri (Surat Berharga Negara) sudah mencapai Rp 972 triliun. Sedangkan utang luar negeri per 31 Januari 2009 tercatat US$ 65,73 miliar atau setara Rp 746 triliun kurs ketika itu. Ini berarti total mencapai Rp 1.718 triliun. Kebanyakan utang ini jatuh tempo pada 2009 ini.

Dalam Analysis Bright yang dipublikasikan Senin 23 Maret 2009, lembaga ini memperkirakan target penurunan rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi sekitar 30 persen pada tahun 2009 diperkirakan tidak akan bisa dicapai. Bright Indonesia memprediksi rasio  berada pada kisaran 35 persen.

Dijelaskan, keberhasilan yang diklaim pemerintah dalam mengendalikan rasio stok utang terhadap PDB sebenarnya harus diperiksa secara lebih kritis. Masih banyak detil yang harus dicermati dibalik penurunan rasio itu, selain apakah penurunan sebesar demikian cukup memadai bagi perekonomian Indonesia.

Misalnya, inflasi yang tinggi pada tahun 2005 yang otomatis menggelembungkan PDB menurut harga berlaku, sehingga bilangan penyebut menyumbang signifikan dalam penurunan rasio. Begitu pula dengan inflasi yang cukup tinggi pada tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya,  justru telah memperbaiki rasio dimaksud. Padahal stok utang melonjak dramatis akibat depresiasi rupiah.

Lembaga riset ini  mengkhawatirkan adanya berbagai teknik keuangan untuk 'gali lubang tutup lubang', di mana stok utang bisa dikendalikan namun biayanya meningkat. Sebagai contoh, pemerintah bisa melakukan buyback, debt switch, dan atau menerbitkan lebih dahulu SUN yang hasilnya dipakai membayar yang jatuh tempo.

Sekalipun secara teknis tidak sama, lembaga ini mengkhawatirkan teknik rekayasa keuangan pemerintah mengenai utang  memiliki kesamaan paradigma dengan berbagai korporasi keuangan global yang mengalami kebangkrutan. Jika tidak hati-hati, maka pemerintah pun bisa bangkrut secara keuangan, ketika gelembung rekayasan tersebut meletus.

"Jika ada goncangan eksternal atau melemahnya perekonomian domestik secara signifikan, maka soal beratnya beban utang pemerintah akan langsung memperparah keadaan, seperti yang akan dialami tahun 2009 ini," demikian analis Bright yang dikutip VIVAnews.

Dalam kondisi seperti saat ini, pilihan  kebijakan pemerintah menjadi sangat terbatas karena sempitnya ruang fiskal yang tersedia. Karena itu lembaga ini merekomendasikan perlunya perubahan mendasar dalam kebijakan utang pemerintah Indonesia.

Sekurang-kurangnya ada tiga kebijakan utama yang perlu diubah, di mana sebagian bersifat agak radikal, dan sebagian lainnya menawarkan langkah yang lebih moderat. Pertama, sikap terhadap utang dari masa lalu, termasuk yang berasal dari era pemerintahan Soeharto. Kedua, cara mengelola utang yang sudah ada, termasuk beban utang. Ketiga, kebijakan dalam persetujuan dan pencairan utang baru.