Kalla: Jika Tak Krisis, Indonesia Tumbuh 8%

Sumber :

VIVAnews -  Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan bisa mencapai 8 persen. Sebab, sejak krisis 1998, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat.

"Kami optimistis akan mencapai 8 persen bila tidak terjadi krisis ekonomi global," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka acara Pertemuan Pemipin-Pemimpin Nations Development Programme (UNDP) Asia-Pacific di Hotel Sultan Jakarta, Selasa, 11 November 2008.

Menurut Jusuf Kalla, saat ini Indonesia sedang menghadapai tantangan baru krisis ekonomi global. Sebab, 10 tahun setelah krisis ekonomi 1998, Indonesia telah mengalami kemajuan seperti angka pertumbuhan ekonomi 2007-2008 yang di atas enam persen.

Selain itu, kata dia, meski sekarang ini subsidi mencapai 30 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belaja Negara (APBN) tapi dengan perkembangan teknologi jumlah tersebut bisa dikurangi di tahun mendatang. "Jadi, subsidi juga telah banyak berkurang," jelas Kalla.

Kalla mengatakan, krisis ekonomi tahun ini sangat berbeda dengan krisis 1998. Saat 1998, krisis bersumber dari Asia. Sehingga, Indonesia sangat terpengaruh terutama di perkotaaan. "Misalnya di sektor properti dan industri," ujarnya.

Sedangkan sekarang, tambah dia, Indonesia tidak mempunyai andil  sama sekali dalam krisis ekonomi global, tapi tetap terpengaruh.

Kalla menjelaskan, saat ini krisis ekonomi memengaruhi pedesaan yang plural. Sebab, pertama berdampak pada ekspor Indonesia. Terutama komoditas, seperti kopi, minyak sawit, dan karet yang harganya turun sampai 50 persen dari harga di awal tahun yang mengakibatkan pendapatan pedesaan menurun. "Sedangkan kota tidak mengalami banyak masalah, karena perusahaan, pabrik-pabrik dan perbankan masih jalan," kata dia.

Dia mengakui, jika tahun depan kondisi perekonomian Amerika Serikat atau Eropa tidak menunjukkan perubahaan yang berakibat daya beli mereka menurun hingga 50 persen, diperkirakan pendapatan dari pajak akan turun. Artinya, pendapatan pemerintah juga menurun dan tidak ada biaya untuk membangun infrastruktur.

Untuk itu, Kalla berharap, pertemuan G 20, IMF, dan Bank Dunia bisa mempertimbangkan format baru ekonomi. "Jadi, mari tumbuh kembali untuk daya beli dan daya jual," jelasnya.