KPI & Dewan Pers Tetap Bisa Tindak Media

Sumber :

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi telah menyatakan pasal yang mengatur kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers memberikan sanksi tertentu pada peserta Pemilu tidak berlaku lagi. Namun pembatalan itu, menurut Mahkamah, tidak memunculkan kekosongan hukum bagi perlindungan publik apabila lembaga penyiaran dan media cetak melakukan pelanggaran iklan kampanye Pemilu.

"Karena jika hal itu (pelanggaran iklan kampaye pemilu) terjadi, masih dapat diterapkan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 (tentang pers) dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 (tentang penyiaran) yang memuat penjatuhan sanksi," kata Mukthie Fadjar, saat membacakan pertimbangan dalam sidang uji materiil Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 24 Februari 2009.

Mahkamah telah menyatakan pasal 98 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, serta pasal 99 ayat 1 dan ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan undang-undang dasar (UUD 1945) dan tidak mempuyai ketetapan hukum mengikat. Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai pasal 98 ayat 4 UU pemilu telah mencampuradukkan kedudukan dan

kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menjatuhkan sanksi. "Menurut Mahkamah dapat menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum," kata Mukthie Fadjar.

Sedangkan pasal 99 ayat 1 UU Pemilu yang memuat jenis-jenis sanksi juga dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum dan melanggar kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 1945. Menurut Mahkamah, pasal ini seolah-olah hanya relevan untuk lembaga penyiaran.

Sedangkan untuk media cetak sanksi yang diatur dalam pasal 99 ayat 1 tersebut tidak mungkin dilaksanakan, karena undang-undang tentang pers tidak lagi mengenal lembaga perizinan penerbitan media massa cetak. " Sehingga merupakan norma yang tidak diperlukan karena kehilangan kekuatan kekuatan hukum sehingga harus dihapuskan," kata Mukthie.