"Pengadilan Tipikor Tak Boleh Seumur Jagung"

Sumber :

VIVAnews - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Agung Laksono berjanji Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau RUU Tipikor akan selesai sebelum batas waktu 19 Desember 2009.

Namun, pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio mengaku pesimistis. "Kalau yang saya sempat ikuti, itu berat bisa selesai Desember. Karena terdapat pro dan kontra tentang RUU tersebut," kata dia kepada VIVAnews, Sabtu 28 Februari 2009.

Pro kontra, lanjut dia, tidak hanya terjadi di parlemen tapi juga di masyarakat. Memaksakan RUU rampung tepat waktu, juga bukan solusi. ""Kalau dipaksakan, saya yakin RUU itu akan seumur jagung. Nasibnya akan seperti banyak UU yang mengalami judicial review ke Mahkamah Konstitusi," kata Rudy.

Jika draf RUU yang ada saat ini disahkan, penerapannya akan sangat mahal. "Karena akan ada pengadilan tindak pidana korupsi di daerah-daerah, sampai ke tingkat dua," kata Rudy.
 
Menurut dia,  untuk saat ini, lebih baik pengadilan tipikor itu cukup berada di Jakarta. Hanya perlu dilakukan beberapa revisi. Antara lain, soal hakim. "Revisi yang paling urgen adalah hakim. Hakim seharusnya bukan cuma orang-orang yang ahli di bidang hukum tapi juga orang-orang yang ahli dalam bidang keuangan," kata dia. Sebab, selama ini kasus-kasus korupsi selalu berkaitan dengan kerugian keuangan negara.
 
Jika pembahasan RUU mengalami tarik ulur berkepanjangan. Menurut Rudi, solusinya adalah dengan peraturan pemerintah pengganti UU. "Sebaiknya Perpu dikeluarkan dua sampai tiga bulan sebelum batas waktu berakhir. Kalau tidak September ya Oktober," kata dia.

Sebelumnya, Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corrupton Watch (ICW, Emerson Yuntho mengatakan mayoritas anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi  memprioritaskan persiapan pemenangan pemilihan umum 2009. Meski, dewan selalu berkoar memprioritaskan pembahasan RUU.

Apalagi, DPR mempunyai konflik kepentingan dengan KPK dan Pengadilan Tipikor.  Dikatakan sedikitnya delapan anggota dewan dijerat KPK karena kasus korupsi.  Mereka antara lain, Sarjan Taher, Yusuf Emir Faisal, dan Bulyan Royan.  Lima lainnya telah divonis bersalah, yakni Saleh Djasit, Noor Adenan Razak, Al Amin Nasution, Hamka Tamdu, dan Anthony Zedra.

“Kalau DPR ingin membunuh KPK dan Pengadilan Tipikor, itu dapat dilakukan dengan membiarkan rancangan itu tidak dibahas sampai batas waktu selesai,” kata Emerson.