Tidak Mungkin David Bunuh Diri

Sumber :

VIVAnews - Demi masa depan kuliahnya yang masih beberapa tahun lagi, seorang teman David Hartanto Widjaja yang satu ini menolak namanya dipublikasikan. Maka, di artikel ini sebut saja dia Erik.

Dia yakin bahwa David yang dia kenal bukanlah yang seperti dicitrakan di media massa, depresi karena tekanan kuliah, apalagi sampai menyakiti dosennya dan kemudian bunuh diri. Lagipula "dia banyak temannya dan suka bercanda," tutur Erik usai kuliah saat dihubungi VIVAnews, Jumat sore 6 Maret 2009.

Kakak David, William Widjaja, merekomendasikan VIVAnews untuk menghubungi Erik karena dialah yang dianggap cukup dekat dengan almarhum.

Erik sendiri mengaku sudah mengenal almarhum sejak di bangku sekolah SMA BPK Penabur I, Jakarta. Mahasiswa kelahiran Jakarta 1987 ini juga teman kuliah David karena mereka satu fakultas di Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Bedanya, Erik satu angkatan di bawah David.   

Mahasiswa yang mendapat bea siswa ini mengungkapkan pertemuan terakhirnya dengan David dan kesan-kesannya selama menempuh studi di Singapura. Berikut petikan wawancaranya.  

Kapan terakhir bertemu David?
Sekitar November tahun lalu. Dia normal, masih gila (heboh, rame). Dia itu kan supel, banyak temannya, banyak bercanda.

Dia juga pintar matematika dan fisika, jadi sering ngajarin teman-temannya. Dia ikut olimpiade kan. Kami juga sering chatting di internet.

Tapi dia nggak pernah cerita tentang masalahnya. Dia juga nggak pernah cerita soal tugas akhirnya. Desember tahun lalu dia nggak pulang ke Indonesia karena harus menyelesaikan tugas akhirnya. Kalau saya sih pulang.

Apa reaksi kamu saat mendengar kabar David bunuh diri?
Jelas saya nggak percaya, rasanya nggak mungkin banget dia bunuh diri.

Apakah kamu percaya dia menusuk dosen pembimbingnya seperti yang diberitakan media massa Singapura?
Kalau itu saya nggak bisa komentar karena sekarang kan belum jelas hasil penyelidikannya.

Sudah pernah bertemu dosen (Chan Kap Luk) yang diduga ditusuk David?
Saya belum pernah ketemu dengan dosen itu. Nggak pernah dengar kabar tentang dia, bagaimana dan seperti apa sifatnya. Kalau dosen-dosen yang mengajar saya sih semuanya ya asyik lah, sesuai standar.

Apakah kamu sekarang sudah memasuki bimbingan tugas akhir?
Saya baru tahun depan mau tugas akhir. Jadi sekarang baru konsultasi di dalam kelas, ramai-ramai. Belum pernah konsultasi hanya dengan dosen. Jadi saya tidak bisa kasih komentar soal bimbingan.

Soal tekanan karena menerima beasiswa?
Kebetulan saya tidak menerima beasiswa yang sama dengan yang diterima David. Jadi saya tidak tahu syarat-syarat apa yang harus dia penuhi. Yang saya dengar sih kalau penerima beasiswa ASEAN (seperti David) memang punya batas nilai, tapi saya enggak tahu berapa, itu harus ditanyakan ke orang yang menerima beasiswa ASEAN.

Tapi mahasiswa Indonesia yang sekolah di sini (NTU) tuh pintar-pintar, nilainya selalu di atas rata-rata. Bisa dibilang, mahasiswa Indonesia termasuk top di sini, pada umumnya banyak yang cerdas.

Kalau beasiswa yang saya terima kan cuma menanggung biaya hidup, bukan untuk biaya kuliah. Sedangkan beasiswa ASEAN itu menanggung biaya kuliah dan biaya hidup.

Ada keluhan dari penerima beasiswa ASEAN terkait nilai mereka yang tidak memenuhi standar?

Wah selama ini saya nggak pernah dengar, karena kami memang jarang berbagi cerita soal nilai.

Kalau keluhan soal pergaulan?
Di kampus, perkumpulan orang Indonesia itu kuat, kan kami ada PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia). Tiap mahasiswa Indonesia pasti punya teman di sini, termasuk David, baik itu teman dari Indonesia, maupun dari negara lain.

Kami sering bertemu. Mahasiswa Indonesia itu termasuk aktif di kegiatan kampus dan organisasi. Jadi pasti punya teman, nggak mungkin sendiri.