Detasemen Peralatan (Denpal) III

Sumber :

VIVAnews - Karena kami sering bekerja di jalan-jalan seluruh Banten sebagai tenaga "romusha", para pekerja paksa dimasa penjajahan Jepang, antara lain membangun jalan kereta api Saketi-Bayah di Banten, maka wajah-wajah kami dikenal dengan baik oleh para sopir kendaraan umum maupun sopir truk yang mengangkut hasil bumi seperti kopra dan pisang.

Ada semacam aturan tak tertulis, kalau kami menghentikan kendaraan, mereka selalu berhenti dan memberikan tumpangan pada kami. Kami relatif bebas bergerak di seluruh pelosok Banten dan para sopir ini akan berpikir seribu kali untuk menolak membawa kami karena di sepanjang jalan diseluruh Banten ada proyek rehabilitasi dengan semua komandan proyeknya militer.

Kalau kami ditugaskan keluar kota Serang, di setiap proyek kami dititipkan pada Dan Yek (Komandan Proyek). Makan dan penginapan menjadi tanggung jawab Dan Yek dan kami bebas dari tugas dapur.Tetapi tidak semua Dan Yek bersikap baik, tidak jarang pula di suatu proyek sang komandan cuek dan ini ada pula untungnya, kami bisa memilih tidur dimana saja dan bisa ngobrol dengan sesama tapol sekenyangnya.

Ada satu pengalaman berkesan, yang menunjukkan betapa kuat pengaruh seorang jaro (jawara) di suatu desa. Suatu saat saya ditugaskan ke Leuwidamar dan diantar jeep Denpal dengan sopir. Sesampainya di lokasi proyek, saya dibawa ke Koramil dan dititipkan pada Danramil, seorang dengan pangkat Pelda (Pembantu Letnan Dua).

Malam hari, saat kami ngobrol berdua setelah makan malam, datang seorang tamu mengetuk pintu. Setelah membukakan pintu, pak Danramil terlibat dialog singkat. "Aya naon?" "Abdi dipiwarang ku jaro ngajemput tamu, kedah ayeuna oge dibantun kaditu". Saya hanya nguping dari dalam dan tejemahannya kira-kira sebagai berikut, "Ada apa?". "Saya disuruh jaro untuk menjemput tamu dan harus sekarang juga dibawa kesana"

Danramil menyampaikan pada saya, "Pak Djoko, bapak harus tidur di rumah jaro, ditunggu sekarang juga".

Maka mau tidak mau saya malam itu harus pindah tidur ke rumah jaro, yang letaknya tidak jauh dari rumah danramil. Dan yang disuruh pindah tidur hanya saya, sopir pengawal dari Denpal tidak ikut. Disini saya melihat bahwa pengaruh seorang jaro begitu besar sampai-sampai seorang Danramil pun tidak bisa menolak prmintaannya.

Kalau di kalangan mafia, seorang jaro disebuah desa seperti di Leuwidamar ini adalah seorang Capo yang pada gilirannya harus tunduk pada Capo di Capi (boss kecil dibawah Big Boss).

Walaupun sudah makan di rumah Danramil, saya terpaksa harus makan lagi malam itu jamu pak jaro, diikuti minum kopi sambil menghembuskan asap rokok. Saat itu rupanya jaro melihat baju yang saya pakai robek sedikit dan dia panggil putrinya, yang lumayan manis. "Ambil baju untuk bapak tamu". Malam itu saya dipinjami baju, dan baju saya yang sedikit robek diserahkan pada putrinya untuk dijahit dan dicuci.

Esok paginyasaat saya bangun tidur,baju telah rapi dijahit,dicuci dan disetrika. Ini service hotel bintang lima!  Pagi itu saya melihat betapa besar pengaruh seorang jaro di desa. Kebetulan hari itu  adalah "hari pasaran". Para pedagang membawa bermacam upeti yang diantarkan ke rumah jaro: sayuran, ayam, beras dan sebagainya. Mungkin juga angpao untuk "raja kecil."

Oleh Danramil saya diberitahu bahwa jaro ini pernah ditangkap tentara Belanda dan masuk sel di Rangkasbitung semalam, dan esok harinya dia sudah kembali ke desanya, keluar dari sel tanpa ada yang tahu. Entah benar atau tidak, tak seorang pun tahu.

Tetapi hal semacam ini saya pernah menyaksikan saat ada acara debus di Batukuwung yang ada pemandian air panas yang dibangun tapol. Saat itu juga ada beberapa wisatawan hadir dan merekam atraksi "debus".

Dua orang dengan hanya memakai celana kolor ditutup karung, seorang diborgol dan seorang bebas tanpa borgol. Setelah beberapa menit, hadirin diminta membuka karung tersebut - borgol berpindah tangan.

Atraksi lain dipertunjukkan beberapa parang yang tajam dan dengan mudah bisa menebas bambu. Parang-parang tersebut disusun sebagai anak tangga dan orang bisa menaiki tangga dengan berpijak pada bagian tajam parang.

Hal lain yang cukup berkesan, saya tidak melihat sendiri, bisa menggoreng telur dengan wajan berisi minyak yang ditaruh diatas kepala. Atraksi ini, konon beritanya dibawa ke Osaka Expo 1970!

Keistimewaan jaro Leuwidamar ini saya tidak tahu apa lagi, tetapi yang jelas dia punya keistimewaan istrinya empat dan dia harus naik kuda menggilir keempat istrinya yang tinggal berjauhan!