Jalan Menikung Antasari

Sumber :


VIVAnews--DIA meniti karirnya melewati beragam jalan, kadang lurus dan kadang menikung. Antasari Azhar, lelaki kelahiran Bangka Belitung, 18 Maret 1953,  itu kini akan menghadapi satu tikungan lagi. Mulai Senin, pekan ini, dia dipanggil Polda Metro Jaya selaku saksi atas kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran.

Perkara itu sontak menarik perhatian publik karena Antasari, kini Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), oleh keluarga korban dituding terlibat dalam kasus itu. Memang, dia baru dipanggil sebagai saksi, dan bukan tersangka. Semua tuduhan juga belum terbukti.

Antasari pernah dipuji karena membongkar skandal suap dalam kasus BLBI, yang dilakukan seorang perempuan pengusaha, Artalyta Suryani.  Sejumlah jaksa senior di Kejaksaan Agung terseret kasus ini. Mereka sudah dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi.

Satu di antaranya, misalnya, Jaksa Urip Tri Gunawan. Urip divonis 20 tahun penjara di Pengadilan Jakarta Pusat, September 2008 lalu.  Inilah vonis terbesar bagi tersangka korupsi yang pernah ditangani KPK, sejak lembaga itu berdiri lima tahun silam.

Tapi, selain reputasi itu, banyak pula tikungan lain di jalan karir Antasari.



Selepas kuliah di Fakultas hukum Universitas Sriwijaya, Palembang, Antasari mulai karirnya sebagai jaksa fungsional di Jakarta Pusat. Meski lahir di Bangka dan bersekolah dasar di sana, dia sebetulnya besar di Jakarta. Baru ketika dewasa, dia pindah ke Palembang, dan tinggal di kota itu sampat kuliahnya tamat.

Pernah menjadi ketua Senat Mahasiswa pada 1978, dan aktif di berbagai demonstrasi mahasiswa, Antasari awalnya bercita-cita jadi diplomat. Tapi, akhirnya dia banting stir jadi hamba hukum.

Sebagai jaksa dia lalu menjelajah ke beberapa daerah. Antara lain ke Tanjung Pinang, Lampung dan Batu Raja. Sesudah itu ia ditarik ke Kejaksaan Agung, Jakarta.

Selama meniti karir sebagai jaksa, lelaki flamboyan dan terkenal luwes ini, kerap bersinggungan dengan kasus kontroversial. Itu sebabnya, pada Desember 2007, banyak orang tak percaya dia terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Misalkan, laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) membeberkan data soal kinerja Antasari saat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Lembaga itu mengatakan Antasari memperlambat eksekusi penangkapan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.

Waktu itu Antasari memberi alasan, bahwa ekseskusi itu lambat karena ada keberatan dari pengacara Tommy. Kebetulan, ketua tim pengacara Tommy adalah Bob RE Nasution, bekas atasannya di kejaksaan. Akibat jaksa menunda eksekusi itu, tuding ICW, Tommy pun kabur sebelum sempat ditangkap.

Di Jakarta, Antasari pernah menjabat Kepala Sub Direktorat Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, 1999-2000.  Lalu, beranjak menjadi Kepala Bidang Media Massa Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Setelah itu dia sempat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Di sini lah dia terganjal kasus saat menangani perkara korupsi tukar guling Bulog-PT Goro Batara Sakti dengan terdakwa Hutomo Mandala Putra.

Tahun 2002,  dia berangkat ke Riau untuk jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi. Di sini dia sempat menangani kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah Kabupaten Kepulauan Riau senilai Rp 97 miliar dengan tersangka Bupati Huzrien Hood. Antasari baru satu kali memeriksa Huzrien. Lalu  kasus itu seperti mengambang.



Selain kasus Huzrien, Antasari juga bergelut dengan kasus keruk pasir kapal Singapura.  Kasus melibatkan Huzrieh Hood ini pun berakhir buntu. Antasari lalu ditarik lagi ke Jakarta. Dia menjadi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung menggantikan Barman Zahir.

Tugas baru berikutnya adalah Kepala Kejasaan Tinggi Sulawesi Tenggara, pada 2004. Saat itulah, kata seorang sahabat Nasrudin di Makassar, diduga Antasari berkenalan dengan almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Nasrudin memang pernah tinggal di Kendari.

Antasari tak membantah dia mengenal Nasrudin, meski tak menyebut di mana meraka pertama kali bertemu. Menurut dia, Nasrudin sering memberi informasi tentang kasus korupsi, termasuk di PT Rajawali Nusantara Indonesia. “Kalau saya katakan tidak kenal, saya berbohong," kata Antasari. 

Anehnya, sebelumnya KPK menyatakan belum pernah memeriksa Nasrudin Zulkarnaen sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi impor gula putih. Kasus korupsi ini melibatkan PT Rajawali Nusantara Indonesia, induk perusahaan Putra Rajawali Banjaran. "Belum pernah diperiksa," kata juru bicara KPK, Johan Budi SP.



Usai menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Sulawesi Tenggara,  Antasari duduk sebagai Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum. Pada saat itulah dia maju ke gelanggang politik DPR RI menjadi anggota KPK.

Tapi langkah Antasari itu dihadang Gerakan Mahasiswa Anti-Manipulasi (Geram). Mereka menilai jejak rekam Antasari tak bersih.

Koordinator Geram, Tama Satrya Langkun, sempat meminta kejaksaan mengusut Antasari, khususnya atas serangkaian penyimpangan kode etik. Geram mengaku menemukan sedikitnya lima penyimpangan.

Pertama,  Antasari dinilai lamban menangani eksekusi kasus Tommy Soeharto, anggota DPRD Sumbar, dan pemeriksaan Bupati Kepulauan Riau Huzrien Hood. Kedua, indikasi kesengajaan membebaskan Bupati Konawe, Sulawesi Tenggara, Lukman Abunawas, dalam kasus korupsi.

Ketiga, sebelum ada vonis bebas, Lukman dan Antasari diduga bertemu di Bangka Belitung untuk menyerahkan sejumlah uang. Keempat, Antasari sengaja tidak serius mengusut korupsi Bupati Muna, Sulawesi Tenggara, Ridwan BAE. Antasari hanya menyeret anak buah Ridwan ke pengadilan.

Tak hanya itu tuduhan pada Antasari. Kepada Komisi Pemantau Peradilan, sejumlah pengacara, pengusaha, politisi, dan wartawan menuding Antasari pernah terlibat pemerasan dan penyuapan.

Laporan kekayaannya pun disorot. Misalnya, dia menerima gaji Rp 5,5 juta sebulan. Tapi, kepada DPR RI, dia mengaku berharta Rp 3,5 miliar.

Atas berbagai tudingan itu, Antasari memberikan bantahannya dalam uji kelayakan di DPR RI. Ia mengatakan tuduhan itu, “tidak benar.” Dan usaha penjegalan itu tampaknya gagal. Langka Antasari Azhar ke kursi anggota KPK tak terbendung.

Berkat kerja tim lobinya, bahkan Antasari bisa menang sebagai Ketua KPK 2007-2012.

Seorang pengurus PKB menyebutkan salah satu tim lobi pendukung Antasari adalah Sigid Haryo Wibisono. Sigid kini telah ditahan Polda Metro Jaya untuk kasus pembunuhan Nasrudin.

Sigid dulunya adalah anggota Golkar, yang lalu menyeberang ke PKB. Sewaktu mendukung Antasari menjadi Ketua KPK, Sigid masih bernaung di bawah Partai Beringin. Di parlemen, dukungan buat Antasari mayoritas memang datang dari PDI Perjuangan dan Golkar.

Sigid juga bekas pengurus Golkar Jawa Tengah. “Dia anggota DPRD Jawa Tengah pada 1997-1999,” kata Abdul Kadir Karding, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa.

Tapi Ketua Komisi III bidang Hukum DPR RI, Trimedya Panjaitan, tim seleksi KPK saat itu, mengaku tak mengenal Sigid. “Saya tidak kenal. Tapi mungkin saja dia melobi anggota parlemen lainnya,” ujarnya.

Antasari sendiri tak membantah dia mengenal Sigid. Katanya, Harian Merdeka, tempat Sigid menjadi komisaris di perusahaan media itu, tengah menawarkan kerjasama rubrik konsultasi hukum ke KPK. “Itu sementara yang saya tahu,” kata Antasari.