Fenomena Gunung Es Kejahatan Seksual

Sumber :

VIVAnews - Kejahatan seksual ibarat gunung es. Kejadian yang terkuak hanya sedikit dibandingkan yang sebenarnya. Kondisi ini terjadi karena banyak korban yang tidak berani melapor akibat tekanan psikis.

Apalagi, kata kuasa hukum Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan (TAUK) Habibu Rokhman, tindak kejahatan kesusilaan masuk kategori delik umum. Artinya tanpa pengaduan atau diperkarakan terlebih dahulu, sebenarnya kasus ini bisa diusut oleh polisi. Berbeda dengan kasus delik aduan yang harus menunggu pengaduan terlebih dahulu.

"Delik umum itu sama seperti kasus pembakaran atau pembunuhan, tanpa menunggu laporan dari kami mereka bisa mengusut," ujar Habibu kepada wartawan di Komnas Perempuan, Jakarta, Senin 4 Mei 2009.

Padahal, kata dia, kasus ini tidak bisa diremehkan, karena butuh keberanian untuk mengungkap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Ia mengatakan seperti kasus yang menimpa korban berinisial UK dari Lampung, yang kasusnya menyeret pejabat Lampung berinisial S. Untuk mengungkap kasus seperti ini tidak bisa secara kuat dilakukan oleh korban. "Tidak banyak saksi yang bisa melihat kejadian," katanya. Padahal saksi ini memperkuat secara hukum, bagaimana status pelaku bisa dipersalahkan.

Oleh karena itu, lanjutnya, penelusuran fakta bisa dijadikan sebagai bukti. "Kami dari TAUK berupaya mencari dukungan Komnas Perempuan untuk mencari rujukan, juga jalan keluar bagaimana kasus seperti ini bisa diselesaikan," katanya. Karena dengan minimnya bukti, sangat jarang korban yang melapor.

"Terlebih dengan nama baiknya dan keluarga juga dipertaruhkan, selain tanpa bukti, penderitaan psikologis, seksual, ekonomi dan sosial juga dipertimbangkan untuk melaporkan kasus ini," ujar Juru Bicara TAUK Dwi Mardianto. Sehingga kasus seperti ini sangat sulit diketahui.

"Ini seperti fenomena gunung es, yang terlihat hanya satu dua, tapi bawahnya sebenarnya banyak," ujarnya. Namun berapa peningkatan kasus ini terjadi, ia mengaku tidak ingat.

Ia mengatakan bahwa butuh penelitian dan pengusutan serta dukungan berbagai pihak untuk menyelesaikan kasus ini. Tak jarang, kasus seperti UK, kejadiannya sudah bertahun-tahun yang lalu tapi baru terungkap sekarang.

"Itulah kenapa baru melapor kemudian, kenapa? Karena korban menemui kendala psikis. Karena saat terkena, banyak hal yang dipertimbangkan yang menjadi hambatan psikologis. Jadi ini butuh waktu," ujarnya.

Akan tetapi, menurut Habibu, dengan adanya korban yang berani membuat sumpah di depan notaris yang sah secara hukum, kasus seperti ini harus bisa diselesaikan. "Karena dengan membuat sumpah, itu artinya tidak macam-macam," katanya.