Produsen Kakao Olahan Mandek

Sumber :

VIVAnews - Beberapa industri pengolahan kakao di Sulawesi Selatan diketahui telah menghentikan produksinya.

"Ironi, sebab wilayah tersebut merupakan salah satu produsen kakao terbesar di Indonesia," kata Ketua Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat, 12 Desember 2008.

Menurut Piter, mandeknya industri kakao olahan tersebut karena permasalahan pasokan listrik, pembiayaan perbankan, dan kualitas bahan baku yang di bawah standar. "Untuk itu, kami mengusulkan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia wajib untuk biji kakao dan kakao olahan," ujarnya.

Dari 15 industri kakao olahan, kata Piter, hanya tiga perusahaan yang masih aktif. Sehingga, tahun depan pertumbuhan industri diperkirakan akan turun menjadi lima persen.

Selain itu, AIKI juga mengusulkan industri kakao olahan mendapat insentif bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) dan bea keluar bahan baku biji kakao dengan tarif spesifik, bukan dengan prosentase.

Pemerintah, menurut Piter, juga perlu membangun laboratorium untuk menguji produk kakao olahan. "Selama ini, menggunakan lab uji dari Singapura, tentu biayanya banyak," ujarnya.

Sementara itu, meski 12 industri kakao mandek, produksi nasional hingga November 2008 naik 7,78 persen dari tahun sebelumnya
yang sebesar 165 ribu metrik ton menjadi 178 ribu metrik ton. Nilai ekspor juga naik 10 persen. "Hal itu terjadi akibat adanya industri yang menambah kapasitas," jelas Piter.

PT Bumi Tangerang diketahui meningkatkan kapasitas produksi sebesar 20 persen dari 30 ribu metrik ton menjadi 48 ribu metrik ton per tahun. Sedangkan PT General Food Industries realisasikan produksinya menjadi 70 ribu metrik ton dari 65 ribu metrik ton per tahun.