Gelap Mata Ketua KPK?

Sumber :

VIVAnews–Wajah Antasari Azhar terlihat tenang. Dihisapnya dalam-dalam sebatang cerutu. Berjaket hitam, dia duduk di sofa kulit krem di ruang tengah rumahnya yang terletak di Giriloka II, Bumi Serpong Damai, Tangerang. Sesekali dia menengadah atau menatap layar televisi plasma 60 inci—yang tak dinyalakan.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tak sendiri. Dia bersama sejumlah pengacara yang dipimpin Ari Amir Yusuf. Malam itu, Jumat, 1 Mei 2009, Ari datang untuk membahas sepucuk surat dari Kepolisian Daerah Metro Jaya. Itu surat panggilan bernomor S.Pgl/8429/V/2009/Dit Reskrimum yang diteken Ajun Komisaris Besar Besar Nico Afinta, Kepala Satuan Kejahatan dan Kekerasan pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Polisi memanggil Antasari, sang Ketua KPK—lembaga yang jadi tumpuan bangsa ini memerangi korupsi—sebagai saksi dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran (PRB).

Nasrudin tewas ditembak di kawasan Perumahan Modern Land, Tangerang, pada 14 Maret 2009. Sampai Sabtu, 2 Mei 2009, polisi sudah menangkap sembilan tersangka, juga memeriksa seorang perwira menengah yang pernah menjadi pejabat penting di wilayah Polda Metro Jaya.

Status Antasari sendiri simpang siur. Surat panggilan kepolisian menyebutnya sebagai saksi. Tapi, di lembaga almamaternya, dia sudah “naik peringkat.” Oleh Kejaksaan Agung, Antasari secara tegas diumumkan sebagai tersangka. "Mabes Polri saat ini sedang melakukan penyidikan terhadap kasus pembunuhan berencana itu. Salah satu tersangka aktor intelektual adalah AA," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan. Tak perlu ilmu roket untuk menebak AA yang dimaksud adalah Antasari Azhar.

Jasman menjelaskan, yang mereka jadikan dasar adalah surat permintaan cekal yang dikirim Kepolisian RI sendiri kepada Kejaksaan Agung. Berdasarkan surat itulah kejaksaan lalu mencekal Antasari. "Surat itu dikirimkan dan diserahkan Jumat pagi (1 Mei 2009),” kata Jasman. Kantor Imigrasi sendiri mengkonfirmasikan bahwa Markas Besar Kepolisian RI memang sudah meminta pencekalan terhadap sang Ketua KPK.

Benar demikian?

“Ah, enggak lah, masih saksi,” Komisaris Besar Muhammad Irawan, Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya, berkelit.

Yang jelas, Antasari diminta datang untuk diperiksa polisi pada pukul 10.00 WIB, Senin 4 Mei 2009. “Saya akan memenuhi panggilan ini,” katanya kepada VIVAnews. “Saya penegak hukum, dan tentu menghormati hukum” (selengkapnya baca wawancara eksklusif VIVAnews dengan Antasari Azhar).




Sabtu 14 Maret 2009.

Nasrudin Zulkarnaen baru saja selesai bermain golf di Padang Golf Modern Land. Ia pun memasuki mobil BMW miliknya. Diantar sopir, dia berniat menuju kantornya di Jalan Denpasar Raya, Kuningan. Apa lacur, baru beberapa meter berjalan, di dekat mal Metropolis Town Square, sekitar pukul 14.00 WIB, BMW silver yang ditumpanginya dipepet sepeda motor yang dikendarai dua pria.

Seketika, salah satunya menghunus pistol dengan dingin, dan ... Duar! Duar!! Dua timah panas menembus kaca jendela mobil dan tanpa ampun menghunjam ke kepala Nasrudin yang duduk di kursi belakang. Darah muncrat dari lubang peluru yang menembus dari pelipis kiri ke kanan. Meski sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawa Nasrudin tak tertolong, 

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar M. Iriawan memastikan si penembak adalah pembunuh terlatih. "Dari atas sepeda motor dengan kecepatan tinggi dia bisa menembak tepat sasaran," katanya. “Pembunuhan ini direncanakan.”

Sejak itu belasan saksi diperiksa polisi, termasuk keluarga korban. Anehnya, hingga laporan ini diturunkan polisi belum juga mengungkap motif di balik kasus ini. Komplikasi rupanya muncul dari calon tersangka yang bukan “orang biasa.” Andy Syamsudin Iskandar, adik kandung Nasrudin, suatu waktu menyatakan kepada VIVAnews bahwa ia hakulyakin kasus ini melibatkan pejabat tinggi negara yang masih aktif. "Saya akan buka,” katanya.

Petunjuk ke arah si pejabat tinggi itu belakangan kian terang, setelah penyelidikan polisi membuahkan hasil.

Sembilan tersangka telah ditangkap. "Ke atas, ada pengusahanya juga," kata Kepala Kepolisian RI, Jenderal Bambang Hendarso Danuri, pada 30 April 2009. Namun, Jenderal BHD ketika itu berkelit saat ditanya ihwal dugaan keterlibatan sang pejabat tinggi. "Belum tahu," ujarnya.

Sehari berselang setelah pengumuman itu, aparat memborgol Sigid Haryo Wibisono, pengusaha, politisi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Komisaris Utama Harian Merdeka. “Benar, dia kini di Polda Metro Jaya,” kata Mulyana W. Kusumah, Pemimpin Redaksi Harian Merdeka. Sigid dituduh menjadi salah satu otak pembunuhan Nasrudin.

Esoknya, polisi juga memeriksa seorang perwira menengah yang pernah menjadi pejabat penting di lingkungan Polda Metro Jaya. Meski namanya telah beredar dari mulut ke mulut, sejauh ini belum ada penjelasan resmi soal keterlibatannya. Cuma inisial namanya yang diumumkan: WW.

Di hari yang sama, datanglah keluarga Nasrudin ke Markas Besar Kepolisian RI. Kepada polisi, mereka menyerahkan bukti foto dan rekaman pesan pendek. "Sudah kami serahkan ke polisi. Bukti itu SMS Antasari ke Nasruddin" kata pengacara keluarga Nasrudin, Boyamin Saiman, kepada VIVAnews.

Antasari???

Ya. Antasari Azhar, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia lah sang pejabat tinggi negara itu.

Dijelaskan Boyamin, tertera dalam SMS itu Antasari meminta agar permasalahan antara dia dan Nasrudin dapat diselesaikan baik-baik. Adapun yang jadi pokok sengketa tergambar secara telanjang dalam foto yang diserahkan sebagai bukti itu. Soal ini, Bonyamin belum bersedia menjelaskannya secara detail. Dia hanya mengatakan Nasruddin dan Antasari memiliki hubungan akrab dan kerap bermain golf bersama. "Mereka kawan dekat," katanya.  

Lalu kenapa dua sobat ini ribut besar? Apa motif di balik kasus pembunuhan terencana ini?

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Inspektur Jenderal Susno Duadji menduga pokok soalnya menyangkut satu hal yang memang kerap bikin orang gelap mata: asmara. “Masalah pribadi,” kata Susno. Sayang, dia enggan merinci lebih jauh.

Yang terjadi kemudian beredar beragam cerita. Dua sumber VIVAnews yang mengetahui seluk-beluk perkara ini menjelaskan perkara ini bak sebuah telenovela. Alkisah, Antasari menjalin hubungan asmara dengan seorang anggota keluarga Nasruddin. Sial tak dapat ditolak, suatu hari mereka tertangkap basah. Nasrudin mengamuk, lalu mengancam akan membeberkan kasus itu.

Antasari kalang kabut. Ia lalu mengontak sohibnya yang lain, Sigid Haryo Wibisono, yang punya banyak kenalan di kalangan tentara dan polisi. Lalu terjadilah pembunuhan itu.  “Setahu saya, perintahnya semula bukan membunuh Nasrudin, tapi menerornya,” kata sumber VIVAnews.

Dua sumber itu sama-sama menjelaskan Nasrudin mengantungi berbagai bukti tentang keterlibatan Antasari itu. Sebelum dibunuh, Nasrudin telah menyerahkannya kepada seorang jaksa kenalannya di Kejaksaan Agung.

Benarkah itu semua?

Teman Sigid, Boni Hargenz, menyangsikan dugaan gawat itu. Ia bahkan balik menuduh ada unsur politik di balik penangkapan Sigid. “Beliau kan berkerabat dengan siapa saja,” kata Boni.

Meski tak tegas membantah, Antasari juga menepis tuduhan. “Itu kan kata Anda. Saya sendiri tak tahu apa materi perkara yang akan ditanyakan penyidik kepolisian kepada saya,” kata sang Ketua KPK yang telah dinonaktifkan ini kepada VIVAnews. “Ini kan masih proses, mari kita hormati proses hukum yang sedang berjalan.”

Misteri masih mengabut di seputar perkara ini--sepekat asap cerutu Antasari yang Jumat malam itu tak henti mengepul, sehitam layar TV plasma 60 inci yang terus ditatapnya, meski sedang tak dinyalakan.