Kilaunya Usaha Mutiara

Sumber :

VIVAnews - Menjadi seorang asli Lombok, Nusa Tenggara Timur, rupanya membawa pengaruh yang baik bagi usaha perhiasan mutiara bagi Alimuddin.

Daerah pria kelahiran 38 tahun lalu itu seakan menjadi jaminan mutu produk mutiara yang dihasilkan. Maklum, Lombok sejak zaman lawas terkenal sebagai penghasil mutiara kelas wahid.
 
Bisnis ini muncul ketika Alimuddin melihat daerahnya memiliki potensi besar dari mutiara. Usahanya berawal pada 1997 dengan membuka bengkel usaha pembuatan perhiasan mutiara. Sebagian besar modal dari Rp 7,5 juta saat itu dipakai membeli bahan mutiara dan emas untuk rangka perhiasan. Bersama istri dan dua orang karyawan, Ali memulai usahanya di rumah.

Kepercayaan merupakan modal utama usaha perhiasan mutiara. Berbisnis di mana saja, modalnya kepercayaan. "Orang yang percaya pertama-tama membolehkan kita membayar sebagian dulu. Tetapi lama kelamaan kita bisa membayar semuanya," katanya.
 
Sebagai pengusaha baru, disain-disainnya masih terbatas dan kebanyakan berdasarkan pesanan. Suami Rukaiah ini bercerita model-model yang ia ciptakan seringkali sesuai dengan keinginan saja tanpa melihat pasaran. 

Hal yang berubah setelah 12 tahun. Ia kini mampu melihat keinginan konsumen. Berbagai jenis mutiara yang ia buat biasanya sudah memiliki kekhasan dan disukai konsumen daerah tertentu. "Konsumen asal Sumatera suka mutiara yang berwarna merah dan kuning, sedangkan dari Jawa biasanya yang kalem seperti putih," katanya. 
 
Omzetnya turut melesat jauh dibandingkan awal usahanya. Sehari, penjualan di tokonya, Jalan Tenun Puyung Loleng, Lombok, mampu menghasilkan penjualan minimal Rp 50 juta. Penjualan di pameran-pameran yang ia ikuti bahkan lebih besar lagi, bisa mencapai Rp 300 juta hingga Rp 500 juta sekali pameran dalam lima hari.
 
Selain kualitas mutiara yang asli dari petani di Lombok, kepercayaan konsumen terhadap Lombok sebagai penghasil mutiara berkualitas membantu usahanya. "Konsumen percaya karena kami asli dari Lombok. Walaupun persaingan makin ketat banyak konsumen dan langganan yang mempercayai kami," katanya. 

Persaingan usaha yang semakin banyak tidak membuatnya surut. Sekarang Ali dan istrinya mempekerjakan sekitar 20 perajin mutiara di bengkelnya. Mereka juga membeli perhiasan yang dijual dari usaha rumah tangga di daerah Lombok. 
 
Untuk memudahkan pelanggan yang kebanyakan berasal dari kota besar seperti Jakarta dan daerah Sumatera, Ali menjadikan Jakarta sebagai kota transit bagi transaksinya. "Kalau langganan mau membeli tinggal bertemu saja di Jakarta, tidak usah datang jauh-jauh ke Lombok," tutur ayah Dennis dan Tessa yang diabadikan dalam merek produk-produknya.
 
Pameran dan eksibisi, menurut Ali, terbukti efektif menjaring konsumen. Makanya ia tak berhenti menjajal pameran di dalam dan luar negeri. Ali menjelajahi berbagai pameran berskala nasional dan internasional. Setiap tahun produknya selalu tampil di pameran Dewan Kerajinan Nasional dan Inacraft. Pameran ke negara luar seperti Singapura, Brunei Darussalam saban tahun ia jalani. Ali juga pernah membentangkan perhiasan hasil karyanya di kawasan Eropa seperti Hungaria, Finlandia. 
 
"Kalau tertarik biasanya mereka memesan dalam jumlah yang cukup banyak," katanya. Perubahan ekonomi tidak terlalu banyak mempengaruhi usahanya. Sebab, pelanggan setia mutiara biasanya tidak terpengaruh dan tetap setia bila ada model baru dari tokonya. "Stan kami masih tetap digandrungi para pecinta mutiara," katanya di stan pamerannya.
 
Sekian lama berada pada bisnis mutiara, Ali tidak ingin berhenti. Dari keyakinannya memperkenalkan budayanya ke luar daerah, kini Ali sedang mempersiapkan untuk mengembangkan produk lainnya. Di bawah merek Dennis Lombok Art, Ali beserta istri mengelola usaha kain tenun ikat tradisional.