Tunggakan PPh Migas Masih Rp 1 Triliun

Sumber :

VIVAnews - Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan mencatat sisa tunggakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama sampai 24 Februari 2009 sebesar US$ 83,493 juta atau 73,82 persen dari total utang.

Jika dirupiahkan dengan patokan kurs Rp 12.000/US$, jumlah tunggakan ini melebihi Rp 1 triliun. Total pajak yang terutang sebelumnya tercatat US$ 113,10 juta. Namun beberapa KKKS telah melakukan penyelesaian sebesar US$ 29,615 juta.

Dalam keterangan pers yang ditandatangani Kebiro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Harry Z Soeratin, Senin 2 Maret 2009 disebutkan penerimaan negara yang diterima dari sektor migas sampai saat ini berasal dari kontraktor production sharing yang kontrak-kontraknya disusun berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang perusahaan pertambangan migas.

Berdasarkan kontrak itu, secara umum total bagian pemerintah dan kontraktor yang dihitung dari net operating income adalah:

1. Minyak bumi umum : 85 persen pemerintah dan 15 persen kontraktor
2. Minyak bumi Pertamina : 60 persen pemerintah dan 40 persen kontraktor
3. Gas alam umum : 70 persen pemerintah dan 30 persen kontraktor
4. Gas alam Pertamina : 60 persen pemerintah dan 40 persen Pertamina.

"Total yang diterima pemerintah tersebut sudah mencakup seluruh kewajiban perpanjakan kontraktor yang meliputi PPh, PPN, PBB, dan PDR, serta kewajiban bukan pajak seperti iuran eksplorasi dan isuran eksploitasi," kata Harry.

Sementara itu, kata Harry, penerimaan dari kegiatan hulu migas dalam valas disetorkan ke rekening valas Departemen Keuangan dan penerimaan dalam Rupiah disetorkan ke rekening Bendahara Umum Negara (BUN) pada Bank Indonesia. Hal ini sesuai dengan:

1.  Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 29/EK/IN/12/1966 yang berisi instruksi kepada Menteri Keuangan agar merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan penyetoran langsung oleh perusahaan-perusahaan minyak asing bagian pemerintah dalam bentuk valuta asing ke Rekening Valuta Asing Departemen Keuangan pada BNI Unit I (sekarang Rekening Valuta Asing Departemen Keuangan berada di Bank Indonesia).

2. Instruksi Presiden No. 12 tahun 1975 yang mengatur tentang penyetoran secara langsung seluruh bagian penerimaan negara dari sektor migas, yang berasal dari kegiatan Kontrak Karya, Kontrak Production Sharing dan Pertamina Sendiri, baik yang berupa valuta asing maupun rupiah ke rekening Departemen Keuangan di Bank Indonesia.

3.  Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1982 tentang kewajiban dan tatacara penyetoran pendapatan Pemerintah dari hasil operasi Pertamina sendiri dan Kontrak Production Sharing. Dalam PP No. 41 ini antara lain diatur bahwa penerimaan valas (PPh dan hasil ekspor migas) disetor ke Rekening Valuta Asing Departemen Keuangan dan penerimaan rupiah disetor ke rekening BUN, pada Bank Indonesia.

Dijelaskan Harry, penerimaan dari kegiatan usaha hulu migas sampai dengan tahun anggaran 1999/ 2000, dicatat dalam APBN sebagai penerimaan migas (tidak dipisahkan antara penerimaan PPh migas dan penerimaan SOA migas). Namun dalam rangka persiapan pelaksanaan UU otonomi daerah, sejak tahun anggaran 1999/2000 pencatatan penerimaan dari kegiatan usaha hulu migas dalam APBN telah dipisahkan menjadi penerimaan PPh migas dan SOA migas (Penerimaan Negara Bukan Pajak) .