ASEAN Turut Mengambil Manfaat

Sumber :

VIVAnews - Kunjungan Hillary Clinton ke Sekretariat ASEAN di Jakarta, 18 Februari 2009 merupakan lawatan bersejarah dimana baru kali ini menteri luar negeri Amerika Serikat (AS) bertamu di tempat itu.

Kunjungan ini terkesan mengejutkan karena konon tidak diagendakan sebelumnya. Dalam agenda kunjungan ke Indonesia, Hillary tadinya hanya dijadwalkan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.

Ini juga menunjukkan pengakuan AS bahwa ASEAN merupakan mitra strategi AS dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, seperti krisis global, kesenjangan antara negara maju dan berkembang, terorisme, pendidikan, dan sebagainya.

Kunjungan Hillary juga bentuk pengakuan bahwa cara ASEAN menyelesaikan berbagai konflik di kawasan telah dipandang baik dan organisasi ini telah tumbuh dengan cara-cara moderen. Upaya ASEAN mengatasi persoalan Hak Asasi Manusia di Myanmar juga dihargai AS, kendati masih ada sejumlah perbedaan pandangan diantara kedua pihak mengenai masalah ini.

Dengan berkunjung ke Sekretariat ASEAN, Hillary membuka jalan dialog di masa mendatang dalam hubungan bilateral dengan AS maupun dalam hubungan regional.

ASEAN dapat mengambil manfaat dari hubungannya dengan AS. Untuk jangka pendek, ASEAN bisa meningkatkan kerja sama di bidang lingkungan hidup, perdagangan dan penyelundupan manusia, penggunaan Selat Malaka untuk tujuan damai.

Untuk jangka panjang, ASEAN dapat bekerja sama di bidang pendidikan. Negara-negara di Asia Tenggara juga bisa belajar banyak dari AS mengenai cara mereka menangangi krisis ekonomi. Bisa pula dibuka akses agar tokoh-tokoh pemerintah di Asia Tenggara bisa belajar teori-teori ekonomi modern dari AS. Sekarang, tantangan bagi ASEAN adalah bisa atau tidak menggunakan momentum tersebut.

Hillary kemungkinan juga akan mengutarakan niat AS untuk menandatangani Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation / TAC) dengan ASEAN. Inti dari keinginan AS untuk menandatangani traktat tersebut adalah AS akan membatasi diri dalam mencampuri urusan domestik, pertahanan, dan keamanan, di kawasan.

Jepang dan China sudah menandatangani traktat tersebut. Maka, AS di bawah pemerintahan Barack Obama ingin memandang dari dalam untuk melihat situasi di kawasan. AS akan memiliki satu batin dengan Jepang dan China dalam memandang kawasan Asia Tenggara.

Sikap AS ini akan berdampak pada isu Myanmar. Bila selama ini AS memberikan kritik pada Myanmar dari luar, maka sekarang AS bisa mengkritik Myanmar dari dalam ASEAN.

AS sekarang berbeda dengan AS di bawah pemerintahan Presiden W. Bush yang terfokus pada isu terorisme. Bush memiliki prinsip "to be with us or against us".
Mereka dulu mendikte negara lain. Sekarang, di bawah pemerintahan Obama, terorisme tetap menjadi isu penting.

Namun, AS sekarang sudah sadar bahwa ASEAN punya cara sendiri untuk membasmi terorisme. Prinsip pemerintahan Obama adalah bukan mendikte tetapi bekerja sama.
Misalnya di Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia memiliki tim anti teror canggih. AS tidak perlu mendikte mereka, cukup memberi pelatihan penanganan teror, dan bantuan teknologi. Ini karena mereka sadar bahwa kita punya cara sendiri dalam membasmi terorisme.

Kunjungan Hillary berbeda dengan kunjungan Condolezza Rice. Beberapa tahun lalu, Rice datang ke Jakarta dengan pengamanan luar biasa ketat. Secret Service pada saat itu menggunakan pakaian khusus.

Sedangkan kali ini, pasukan pengaman Hillary hanya mengenakan jas biasa. Pengamanan Hillary lebih elegan. Ini karena mereka memahami situasi dan kondisi masyarakat di Indonesia.

Hillary itu menjadi sosok penting karena dia adalah mantan ibu negara, sekarang adalah menteri luar negeri, dan dia adalah calon presiden masa depan. Dia mempunyai 3B: Brain, Beauty, and Bussiness. Hillary pintar mengkombinasikan tiga hal itu untuk menjadi suatu keunggulan AS, dia adalah aktor yang cocok untuk itu.

Pemerintah AS juga menggunakan "smart power" dalam pendekatan luar negerinya. Smart power yang diandalkan pemerintahan Obama adalah kekuatan, kelenturan, keindahan, dan kecantikan yang sangat padu.

Namun kita hanya bisa menduga-duga, kapan mereka akan menggunakan kelenturan, kapan mereka akan menggunakan kekuatan. Dan ini juga menjadi tantangan bagi ASEAN untuk menebak unsur apa yang akan digunakan AS untuk menjalin hubungan dengan ASEAN.


Opini ini merupakan hasil wawancara VIVAnews dengan Dr. Teuku Rezasyah, Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjajaran. Wawancara melalui telepon berlangsung pada Rabu, 18 Februari 2009