KPPU Restui Pupuk Dimonopoli

Sumber :

VIVAnews - Komisi Pengawas Persaingan Usaha tidak menyalahkan pemerintah atas kelangkaan pupuk yang terjadi belakangan ini. Sebagai produk yang menguasai hajat hidup orang banyak memang wajar jika pupuk dimonopoli.

"Di tangani oleh negara itu baik, tapi jangan kemudian terus langka juga harganya yang tinggi," ujar Ketua KPPU Benny Pasaribu, Rabu 11 Februari 2009.

Kalau sudah seperti itu, lanjut Benny, maka praktiknya yang salah. "Monopolinya tidak salah, tapi karena sudah langka dan harganya yang tinggi itulah yang salah," katanya.

Karena itu KPPU meminta pemerintah meningkatkan pengawasan. Diakui pada model pendistribusian pupuk saat ini, masih ada kelemahan pada distribusi ke kios. "Seperti unsur kriminal, polisi juga banyak menemukan," kata dia.

Menurut Benny, KPPU sendiri telah menyurati produsen pupuk pada awal Februari ini. "Kami minta mereka untuk membenahi," katanya. Benny mengatakan bahwa tindak lanjut dari surat tersebut akan ditanyakan satu bulan setelah surat tersebut dikirimkan. "Jadi saya rasa, mereka sekarang sudah mulai menyiapkan langkah-langkah untuk memperbaiki," ujarnya.

Benny mengakui industri pupuk adalah salah satu industri yang mendapat perhatian pengawasan KPPU mengingat komoditi ini merupakan salah satu produk yang selama ini mendapat subsidi dari Pemerintah.

Kritik Subsidi dan Non Subsidi

Meski begitu, Komisi  mengkritik perdagangan dua jenis pupuk di pasar yakni subsidi dan non subsidi. Sebab kebijakan pemerintah yang mulanya subsidi diadakan untuk meningkatkan daya saing hasil pertanian, kini berubah menjadi ajang bisnis yang
relatif tidak sehat. Sebagai hasilnya para petani kini menjadi kian sulit menikmati pupuk.

Kekurangan ini misalnya dinilai pada pemberlakuan ketentuan di mana pupuk bersubsidi hanya diperuntukkan bagi petani yang memiliki lahan dengan luas kurang dari dua hektar. Untuk pupuk non subsidi ditujukan bagi para pelaku usaha dengan luas areal tanam lebih dari dua hektar. "Itu aturannya, tapi untuk yang punya lahan tiga  hektar dengan kebutuhan hanya 600 kilogram misalnya, mau pesan sama siapa, barangnya saja tidak ada. Itu pesan khusus," ujar Benny.

Benny juga mempertanyakan harga pupuk non bersubsidi yang sangat mahal. "Harga sampai Rp 6.000 - Rp 7.000, padahal untuk pupuk luar negeri sampai di sini saja harganya tidak sampai Rp 2.500," katanya.

Oleh karena itu Benny sangat mendukung langkah Presiden RI yang memberikan sinyal agar pemenuhan kebutuhan pupuk bisa ditutupi dari impor. "Impor itu termasuk salah satu solusi, itu salah satu langkah-langkah yang saya usulkan kepada Bapak Presiden. Surat itu
intinya, supaya harga bisa sesuai head, baik untuk pupuk bersubsidi maupun non subsidi supaya bisa tersedia di lapangan," katanya.