Anak Sekedar Korban Fisik Kampanye Pemilu

Sumber :

VIVAnews - Berulang kali himbauan dan aturan pelarangan kampanye menyertakan anak disuarakan, berulang kali pula peserta kampanye melanggar aturan tersebut. Anak Indonesia secara tidak disadari pasti akan ikut terseret dalam dalam hiruk pikuk kampanye pemilu kali ini.

Anak dapat dijadikan komoditas penting dalam perhelatan pemilu tersebut. Di satu pihak anak hanya dikorbankan dalam aktifitas fisik kampanye yang kadang berbahaya dan melelahkan.

Tetapi ironisnya keterlibatan anak hanya sebatas fisik, hampir tidak ada peserta pemilu yang menyuarakan kepentingan anak dalam visi, misi dan materi kampanye mereka. Perhelatan pesta demokrasi di Indonesia sudah mulai digelar dan memasuki tahapan kampanye bagi partai peserta pemilu.

Dalam tahapan utama ini, tampaknya keterlibatan anak Indonesia merupakan hal penting untuk dicermati. Penyertaan anak dalam segala aktifitas kegiatan kampanye dengan dalih apapun seharusnya mutlak ditinggalkan. Mengingat manfaatnya hampir dikatakan tidak ada, dibandingkan dengan resiko dan kerugian yang dialami anak tersebut.

Namun, secara konseptual kepentingan anak seharusnya dilibatkan dalam program partai yang dapat disuarakan melalui janji-janji manis partai politik kepada rakyatnya. Keterlibatan fisik Dalam pasal 78 Undang Undang No.10 tahun 2008, telah disebutkan bahwa dalam pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan anak-anak usia di bawah 17 tahun.

Karena itu bagi parpol yang melibatkan anak dalam kampanye masuk kategori melanggar tindak pidana pemilu. Hal juga diatur dalam Undang Undang No.23 tahun 2002 dalam Pasal 15 tentang Perlindungan Anak disebutkan, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.

Keterlibatan anak dalam kampanye tidak hanya mengeksploitasi anak, tetapi juga menyalahgunakan kebebasan anak untuk kepentingan politik. Banyak pelanggaran terhadap anak ketika kampanye mulai dari hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, serta hak perlindungan anak. Anak harus dijamin perlindungannya meskipun orangtuanya adalah seorang yang berpengaruh dalam sebuah partai.

Dalam kampanye tidak ada yang menjamin tidak terjadi kerusuhan atau kecelakaan lalulintas dalam berpawai. Belum lagi dampak fisik bagi anak seperti terik matahari, asap rokok atau asap kendaraan yang biasanya mendominasi lingkungan kampanye dapat berpotensi mengganggu kesehatan anak.

Dalam kampanye pemilu lima tahun lalu Komisi Perlindungan Anak (KPAI) mencatat ada lima orang anak meninggal saat mengikuti kampanye. Salah satu korban terjatuh ketika menaiki kendaraan yang digunakan untuk kampanye.

Pelanggaran kampanye yang melibatkan anak antara lain berbentuk pemakaian atribut partai pada anak, seperti baju atau kaus berlogo partai, ikat kepala partai, hingga permainan yang identik dengan salah satu partai. Banyak orangtua yang menyertakan anak dalam berkampanye berdalih bahwa pelibatan anak merupakan bagian dari pendidikan politik.

Apakah orangtua juga harus membawa anak ke medan perang untuk pendidikan wawasan kebangsaan anak ? Analog ini seharusnya dapat melawan dalih pembenaran orangtua untuk mengajak anak berkampanye.

Upaya pendidikan politik tidak harus melalui kampanye. Pendidikan politik bagi anak bisa dilakukan dengan cara yang aman dan elegan seperti memberi kesempatan berpendapat, pemilihan ketua kelas atau ikut melibatkan anak untuk berpendapat dalam sebagian konflik ringan dalam keluarga.

Kepentingan anak ternyata selama ini keterlibatan anak dalam aktifitas kampanye hanya didominasi masalah keterlibatan fisik yang hanya merugikan anak. Yang membuat kita patut mengurut dada, bahwa secara konseptual hampir tidak ada satu partaipun yang tertarik untuk memasukkan kepentingan anak dalam visi dan misi partai dalam membangun bangsa ini.

Kalaupun ada sebagian kecil partai yang masih melibatkan kepentingan anak hanya karena kaitan tidak langsung dalam program pendidikan dan kesehatan yang mereka usung. Secara umum materi kampanye yang merupakan visi dan misi partai masih saja berkutat pada masalah klasik seperti sembako, penggangguran, korupsi dan sebagainya.

Harus diakui masalah tersebut adalah senjata pamungkas untuk menaklukkan hati rakyat, khususnya rakyat kecil. Dalam era modern ini sebaiknya harus berpikiran lebih cerdas dan berwawasan jangka panjang dalam menyikapi nasib bangsa ini.

Berbagai masalah mendasar bangsa ini untuk berkiprah menjadi bangsa yang besar secara jangka panjang harus dipikirkan. Untuk menjadi bangsa yang besar di kemudian hari adalah melakukan pembangunan yang bertumpu pada intervensi generasi muda sebagai penerus bangsa.

Partai politik seharusnya mengarahkan konsepnya dalam pembangunan moral dan fisik anak sebagai langkah awal yang lebih besar tersebut. Meskipun tidak layak jual dan tidak popular kepentingan anak dapat menjadikan topik menarik untuk diangkat dalam visi dan misi sebuah partai yang nantinya akan berjuang bersama membangun bangsa ini munuju masa depan.

Kepentingan anak yang merupakan hal yang lebih mendasar kalah jauh dengan kepentingan perempuan yang mulai banyak disuarakan kaumnya. Hal ini terjadi karena anak adalah kaum yang tak berdaya untuk menyuarakan permasalahannya.

Pembangunan dengan intervensi pada permasalahan anak sangatlah mendesak. Anak di Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah, antara lain mulai dari terbatasnya pelayanan kesehatan, pendidikan formal dan moral anak, anak putus sekolah akibat tekanan ekonomi keluarga, masalah gizi, eksploitasi seksual komersial dan perdagangan anak, meluasnya penyebaran HIV/AIDS dan berbagai penyakit menular yang memakan korban di kalangan anak-anak.

Sekitar lebih dari 47 juta atau sekitar 20 persen dari 238 juta penduduk Indonesia adalah anak berusia hingga 10 tahun. Jumlah tersebut, akan mencapai angka 40 persen apabila dihitung beserta penduduk berusia sampai 20 tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa potensi anak dan generasi muda adalah merupakan prioritas yang tidak harus diremehkan. Dengan berbagai latar belakang tersebut maka sangat layak partai politik manapun untuk tidak mengabaikan kepentingan anak dalam visi dan misi partainya.

Sayangnya keinginan banyak anak Indonesia tersebut sulit untuk tercapai hanya karena anak Indonesia tidak punya hak pilih. Partai politik hanya berkonsentrasi penuh untuk pemenangan perolehan suara, dengan mengutamakan kepentingan rakyat yang punya hak pilih.

Hal ini menunjukkan bahwa partai politik tidak terfokus pada kepentingan rakyat secara murni. Juga merupakan bukti sebuah pengingkaran yang selama ini selalu disuarakan hingga membusa dimulutnya bahwa setiap partai politik diciptakan demi kepentingan rakyat.

Bila saja ada partai pemilu yang peduli secara tulus pada kepentingan anak Indonesia, mungkin merupakan partai yang ideal bagi bangsa ini ke depan. Dengan kepedulian pada kepentingan anak, akan tercermin ketulusan dan keikhlasan membangun negeri ini tanpa kompensasi apapun.

Bila ini terjadi mungkin bisa dijadikan jaminan bahwa partai tersebut secara murni dan konsekuen mementingkan rakyatnya. Sayangnya kepedulian dan niat tulus tersebut hingga saat ini belum pernah terlihat.

Tampaknya saat ini yang lebih dominan adalah merayu rakyat dengan berbagai iming-iming demi kepentingan pribadi dan kelompok. Bila hal ini benar terjadi maka anak Indonesia akan terus menangis karena hanya menjadikan korban fisik kampanye pemilu.