DPRD Akan Panggil Pimpinan Rumah Sakit

Sumber :

VIVAnews - Komisi D DPRD Nusa Tenggara Timur, yang membawahi masalah kesehatan segera memanggil Direktur RSUD WZ Yohannes Kupang untuk dimintai penjelasan mengenai standar pelayanan bagi pasien berlatar belakang keluarga miskin.

Wakil Ketua Komisi D DPRD NTT, Adrianus Ndu Ufi, mengatakan di Kupang, Senin 16 Februari 2009, berkaitan dengan kasus yang menimpa Yakobus Anunut (37) warga Kelurahan Oesapa Selatan (bukan Kelurahan Liliba) Kota Kupang, nekad menggendong jenazah anaknya dari RS menuju rumahnya, hanya karena tidak memiliki uang Rp300 ribu untuk membayar ambulan.

"Kami akan panggil direktur rumah sakit. Kasus ini membuat banyak kalangan merasa prihatin dengan kinerja manajemen rumah sakit. Pemerintah harus melakukan pembenahan pelayanan di rumah sakit," kata Adrianus.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Karel Yani Mbuik mengatakan, standar pelayanan rumah sakit tidak jelas dan terkesan diskriminatif. Padahal, setiap tahun, pemerintah mengalokasikan dana sekitar Rp 28 miliar untuk membantu warga miskin.

"Manajemen rumah sakit setengah hati mengurus dan melayani orang miskin. Padahal, seharusnya seluruh biaya perawatan sampai dengan ambulance sudah dialokasikan di dalam APBD maupun APBN," kata Mbuik.

Seharusnya dalam kondisi tertentu, pihak rumah sakit tidak kaku dalam menerapkan aturan. "Semestinya kepentingan kemanusiaan lebih diutamakan. Manajemen rumah sakit harus bisa menjelaskan mengapa Yakobus nekat menggendong anaknya dan berjalan kaki 10 kilometer untuk mencapai rumahnya," ujarnya.

Sampai saat ini, manajemen RSUD WZ Yohannes Kupang, belum bersedia memberikan penjelasan mengenai kasus yang menimpa salah satu waga miskin pemegang kartu jaminan kesehatan orang miskin ini.

Yakobus Anunut, ayah, Limsa Setiana Katarina Anunut (2,5 tahun) (bukan Sepri Anunut) penderita gizi buruk dan diare, meninggal dunia di RSUD Kupang, Jumat dinihari lalu.

Gara-gara tak punya uang Rp 300 ribu untuk menyewa mobil ambulan, Yakobus Anunut (37), warga Kelurahan Oesapa Selatan, terpaksa berjalan kaki kurang lebih 10 kilometer sambil menggendong jenazah anaknya.

Limsa yang menderita gizi buruk terkena diare sehingga sang ayah, Yakobus, pun membawanya ke RSU Kupang, Rabu 11 Februari 2009. Karena ruang perawatan sudah penuh, Limsa dirawat di salah satu ruangan instalasi gawat darurat . Dengan jaminan kartu kesehatan untuk orang miskin, Yakobus berharap anaknya mendapat perawatan untuk disembuhkan. Beberapa menit dirawat, Limsa meninggal dunia, sekitar pukul 03.00 Wita.

Petugas medis kemudian membawa jenazah Limsa ke kamar jenazah rumah sakit. Ternyata, di ruangan instalasi pemulasaran jenazah, Limsa ditelantarkan begitu saja. Padahal, biasanya setiap jenazah yang dititipkan di ruangan itu dimandikan oleh petugas rumah sakit dan disuntik formalin agar tidak membusuk.

Orangtua korban yang hanya berprofesi sebagai petugas cleaning service di salah satu instansi pemerintah ini hanya pasrah dengan perlakuan petugas rumah sakit.

Sekitar dua jam menunggu, Yakobus akhirnya menemui petugas ambulans untuk meminta agar jenazah anaknya dibawa pulang ke rumahnya di Kelurahan Oesapa Selatan. Namun, petugas ambulans meminta biaya Rp 300 ribu. "Karena tidak ada uang, saya putuskan untuk menggendong jenazah anak saya kembali rumah dengan berjalan kaki," ujarnya.

Laporan: Jemris Fointuna | Kupang