Orang Tua Ribut, Anak-anak Jadi Anti Sosial

Sumber :

VIVAnews - Walau kami sudah tak lagi rukun, tapi kami tetap berusaha tinggal serumah demi anak-anak. Bagi sebagian pihak, anggapan itu mungkin solusi bijak bagi pasangan suami-istri untuk menghindari perceraian kendati sering bertengkar dengan sengit. 

Namun, apakah situasi itu juga baik untuk anak-anak? Tidak juga. Demikian hasil penelitian dari Kanada mengenai kondisi psikis anak-anak baik menjelang maupun sesudah orang tua mereka bercerai.

Anak-anak yang tinggal di keluarga yang sering ribut berpotensi memiliki sikap anti sosial yang tinggi. Sikap itu lebih sering mereka tunjukkan saat kedua orang tua berada di ambang perceraian ketimbang sesudahnya.  

Anak-anak yang terpaksa menghadapi kenyataan orang tua mereka bercerai juga menunjukkan tingkat kegelisahan dan depresi yang lebih tinggi jelang orang tua mereka berpisah. Kegelisahan dan depresi itu jauh lebih besar ketimbang anak-anak yang orang tua mereka tidak bercerai.

Pakar psikologi, Lisa Strohschein Phd, seperti dikutip laman WebMD, menilai bahwa adanya anggapan bercerai selalu jelek justru memiliki dampak yang negatif dalam kehidupan keluarga yang tak lagi harmonis. 
 
"Mungkin kita harus memberi perhatian yang lebih atas apa yang terjadi kepada anak-anak di masa-masa yang mengarah kepada perceraian ketimbang mengerahkan segala upaya untuk membantu mereka setelah perceraian terjadi," kata Strohschein.

Di Kanada, sekitar setengah dari jumlah pernikahan yang ada berujung pada perceraian. Sedangkan di Amerika Serikat, sekitar 20 juta anak-anak kini tinggal dengan orang tua tunggal.

Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam the Journal of Marriage and Family edisi Desember 2008, anak-anak yang tinggal bersama kedua orang tua yang tak lagi harmonis menunjukkan perilaku anti sosial, seperti berbohong, menyontek maupun mengintimidasi teman di sekolah maupun di tempat dia bergaul.

Menariknya, perilaku anti sosial sering muncul pada anak-anak di saat orang tua mereka di ambang perceraian. Setelah orang tua bercerai, perilaku buruk itu cenderung berkurang.
 
"Saat anak-anak tinggal di tengah kondisi keluarga yang sudah rusak dimana tingkat ketegangan begitu tinggi, menyingkirnya satu dari dua orang tua mereka dapat mengurangi stress," kata Strohschein.
 
Peneliti perceraian dan psikolog, Judith Primavera PhD, menilai bahwa anak-anak jelas merasa emosi mereka lebih baik saat kedua orang tua mereka telah bercerai. "Tetap tinggal serumah dengan kedua orang tua yang tak lagi harmonis sangatlah merusak, apalagi di keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga," Primavera dari Universitas Fairfield, Connecticut.

Primavera juga menilai bahwa pasangan yang tak lagi bahagia kendati tidak bertengkar juga berdampak buruk bagi emosi anak-anak mereka sepanjang tidak bisa rujuk kembali. "Ini bukan sekadar ada tidaknya konflik.

Bila ibu dan ayah memilih tinggal berpisah dan anak-anak tidak melihat ada keterkaitan, tetap berumahtangga kemungkinan besar tidak akan membantu mereka juga. Anak-anak bisa menyadari tingkat hubungan dengan melihat perilaku orang tua mereka," kata Primavera.