20 Lembaga Survei Bersatu Lawan KPU

Sumber :

VIVAnews - Sedikitnya 20 lembaga survei di Indonesia bersatu dan membentuk Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia. Perhimpunan yang dipimpin Andrinov Chaniago ini menentang peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 40/2008 yang mewajibkan lembaga survei mendaftar ke KPU sebelum melakukan survei terkait Pemilu.

Keduapuluh lembaga survei itu adalah Akses Research Institute, Indo Barometer, Indonesia Research and Development Insitute, Institut Survei Publik, Lembaga Riset Informasi, Lembaga Survei Indonesia, Lembaga Survei Nasional, Litbang Media Group, PPIM Universitas Islam Negeri, Pusdeham, Puskapol Universitas Indonesia, Puskaptis, The Indonesian Institute, Cirus, Mark Plus, ISPP, Jaringan Suara Indonesia, Charta Politica, Indeks Indonesia, dan Pride Indonesia.

Perhimpunan ini mendaulat Andrinov Chaniago, peneliti dari Cirus sebagai ketua umumnya. Andrinov dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu 25 Januari 2009 mengatakan, pembentukan perhimpunan ini untuk menolak peraturan KPU Nomor 40/2008 yang mewajibkan lembaga penyelenggara untuk mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum sebelum melakukan survei terkait Pemilu.

Perhimpunan menilai peraturn itu terlalu berlebihan dari maksud yang sebenarnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pemilihan Umum. "Terlalu panjang prosedur yang dituntut KPU. Akreditasi dan perizinan yang diatur dalam peraturan itu terlalu ribet," kata dia.

Karena setelah mendapatkan izin melakukan survei dari  Depdagri, Pemda Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga tingkat kelurahan, lembaga survei masih harus ke KPU lagi. Padahal beban lembaga survei harus melakukan penelitian dengan cepat. Tiga minggu harus sudah selesai penelitian dalam bentuk laporan. "Makanya kami menilai KPU kurang memahami tujuan dan kegiatn survei. Lembaga survei tidak mau diatur oleh mnereka yang tidak paham soal survei," kata dia.

Namun Andrinov siap berdialog dengan KPU agar mencabut peraturan iru. Jika tidak dipenuhi perhimpunan akan menempuh jalur hukum dengan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. "Itu baru pertimbangan kalau dirasa perlu," kata dia.