Waktu Kecil Pernah Ingin Jadi Polisi

Sumber :

VIVAnews - Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkatnya sebagai Menteri Pertahanan dari kalangan sipil, pandangan tertuju kepada Juwono Sudarsono, seorang sipil yang memahami masalah militer. Presiden tentu memiliki alasan mengapa jabatan itu harus diisi seorang yang sebelumnya tidak pernah terjun di militer.

Bahkan sebelumnya, Juwono merupakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa pemerintahan Soeharto dan pernah sebagai Duta Besar Inggris untuk Indonesia di masa Megawati. Jabatan Menhan, kali pertama di percayakan oleh pria suami Prihanum Martini ini, saat pemerintahan Abdurrahman Wahid pada tahun 1999.

Sejak itulah Juwono resmi sebagai Menteri Pertahan pertama di Indonesia dari kalangan sipil, yang selanjutnya diikuti  Matori Abdul Jalil, yang nota bene adalah orang sipil. Pada pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Pertahanan kembali dipercayakan oleh kalangan sipil, yang pilihannya jatuh pada Juwono Sudarsono.

Pagi itu tepat pukul 09.00 WIB, Juwono Sudarsono menyempatkan untuk berbincang dengan VIVAnews di kantor Dephan, tempat dimana Juwono tidak pernah terfikir sebelumnya akan berkantor di Jalan Merdeka Barat ini.

Bagi pria kelahiran Ciamis, Jawa Barat 5 Maret 1942 ini, saat kecil dulu yang dipikirkan adalah bagaimana bisa menjadi seorang polisi yang mengawal pejabat-pejabat negara, atau yang disebut polisi voorider. "Tak terpikir akan berkantor disini, waktu kecil saya senang sekali dengan pasukan voorider, makanya saya ingin sekali menjadi seperti mereka," katanya tertawa. 

Bahkan, waktu sekolah dulu Juwono pernah menjadi anggota Barisan Keamanan Lalu Lintas (BKLL), kegiatannya membantu polisi mengatur jalan. "Jadi polisi-polisian," ujar Juwono tertawa.

Nah, saat mengatur lalu lintas, tiba-tiba melintas Wakil Presiden Muhammad Hatta. Juwono pun ikut-ikutan baris. "Saya ingat waktu itu, persis didepan kantor ini (Dephan) melintas Bung Hatta yang lewat dengan mobil jeep-nya dan saya ikut-ikutan baris," ujar Juwono.  

Bahkan satu hal yang hingga kini tidak bisa dilupakannya, yakni ketika kuliah dulu, Juwono suka mengendarai vespa. Satu saat vespa yang dikendarainya ditabrak bajaj di jalan Sultan Syahrir. Merasa dirugikan, Juwono membawa kasus itu ke kantor polisi. Namun setibanya di kantor polisi, dia malah membatalkan tuntutannya dengan alasan kasih dengan sopir bajaj yang menabraknya. "Karena tidak tega, yah damai sajalah," ujar Juwono sambi tertawa.

Kini dimasa akhir jabatannya, sudah banyak sumbangsih yang diberikan untuk negara, khususnya bidang pertahanan dan masalah TNI. Selama menjalankan tugasnya, dia selalu ingat pesan Presiden Yudhoyono sebelum menjabat. Dua hal yang diminta presiden,  pertama menjaga netralitas TNI, kedua melakukan penertiban sistematik tentang pengadaan alutsista Dephan dan TNI untuk mengurangi penggelembungan anggaran.

Baginya itu tugas berat, tetapi dengan kemampuan dan kecerdasaanya, Juwono mampu menjalani itu semua dengan baik, reformasi TNI, kesejahteraan prajurit, alutsista dalam negeri, hingga pengiriman pasukan perdamaian dunia terwujud dengan baik.

Hal lain yang menurutnya juga penting dilakukan TNI adalah mengawal dan mengantar demokratisasi untuk mendukung perangkat sipil. "Artinya, tugas ini tidak mudah, ditambah bila melihat anggaran tiap departemen pemerintah, baik sipil maupun militer, tidak pernah cukup," ujarnya.

Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini, sejak tahun 1952 hingga sekarang, pemerintah masih berupaya mencari jalan untuk menaikan anggaran pertahanan, dan meningkatkan taraf hidup para prajuritnya untuk menopang pelaksanaan tugas operasional komando taktis maupun utama.  

"Hingga kini, anggaran yang diterima Dephan dan Mabes TNI masih belum mencapai anggaran resmi yang mencukupi. Bahkan dari ABPN kita 40% untuk perekonomian, 40% lagi Kesra dan sisanya 20% untuk pertahanan dan keamanan. Karena pentingnya program kesra dan perekonomian yang harus didahulukan maka kita mengalah dan hanya menerima Rp 33, 3 trilun saja," tutur Juwono.

Bagi pria pencinta motor gede ini,  kendati dengan anggaran kecil dibanding dengan negara-negara asia lainnya, Indonesia dengan kekuatan militernya tetap memiliki ketangguhan dan cukup disegani.

"Jadi Indonesia tak perlu takut dengan negara manapun meski kekuatan militer, pertahanan dan ekonomi lebih lemah dibandingkan negara asia lainnya," kata mantan Dubes Inggris ini. 

Cita-citanya yang menginginkan menjadi seorang polisi saat sekolah dulu membuatnya berfikir jauh bagaimana memajukan pertahanan dan keamanan di Indonesia. Juwono terus berfikir tidak hanya dari segi perangkatnya saja bahkan tingkat kesejahteraan juga menjadi perhatiannya.

Dalam keterbatasan anggaran ini, untuk menjaga pertahanan negara seluas Indonesia, masih banyak hal yang harus diperbaiki. Perlu kerja keras dan kerjasama untuk duduk bersama membahas peningkatan anggaran pertahanan dalam menjaga ribuan pulau yang tersebar diseluruh Indonesia.

"Sekarang saatnya peran TNI mendukung aparat sipil, termasuk polisi untuk menjaga dan mengukur tingkat kehadirannya agar masyarakat tidak terus-terusan resah dengan tindakan-tindakan kekerasan, serta mengukur sampai dimana kehadiran Polisi dan TNI itu pas untuk menghadirkan keseganan diantara para pendemo sehingga tidak berani lewat garis polisi," tuturnya.

Melihat rekam jejaknya dengan segudang pengalaman, pantas bila orang menganggap Juwono sebagai orang hebat. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, Juwono pernah dipercaya lima presiden RI. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempercayainya sebagai Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Bersatu. Pada pemerintahan Presiden Megawati, Juwono menjabat Duta Besar RI untuk Inggris (12 Juni 2003-Oktober 2004). Sebelumnya, Presiden Abdurrahman Wahid mengangkatnya sebagai Menteri Pertahanan Kabinet Persatuan Nasional (Oktober 1999-Agustus 2000).

Pada pemerintahan transisi Presiden BJ Habibie dia menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Reformasi (Mei 1998-Oktober 1999). Sementara di era Presiden Soeharto dipercaya sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup Kabinet Pembangunan VII (1997-1998), setelah sekian lama menjabat Wakil Gubernur Lemhanas.

Diakhir pembicaraannya, Guru besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia ini, mengatakan, bila tidak lagi dipercaya, dia berharap ada menteri pertahanan yang akan  membangun sistem kelembagaan yang baik dan benar, terutama masalah pengadaan. "Jadi siapapun menterinya nanti harus dapat membangun sistem pertahanan," kata Juwono menutup pembicaraan.