VIVAnews - Pemerintah akan menghapuskan anggaran alokasi untuk asuransi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) rumah sederhana sehat (RSH) pada tahun depan. Begitu juga dengan program penjaminan bagi perumahan swadaya.
Padahal, dua program yang berlaku secara nasional itu menjamin kebutuhan perumahan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Negara Perumahaan Rakyat Tito Murbaintoro mengatakan, ketidakadaan alokasi dana untuk asuransi KPR dan penjaminan cukup membuat pihaknya kebingungan. Sebab, asuransi dan penjaminan bisa mendorong masyarakat memiliki rumah walaupun di tengah kondisi yang kurang menguntungkan.
"Dampak dari perkembangan krisis finansial global yang terjadi saat ini harus segera diantisipasi agar kemampuan masyarakat terjaga," kata dia dalam Seminar Satu Dasawarsa Asosiasi Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia, di Hotel Nikko Jakarta, Kamis, 18 Desember 2008.
Padahal, menurut Tito, nilai premi asuransi KPR sebesar Rp 10 miliar yang sudah ada sejak 2006, relatif kecil untuk jangkauan secara nasional. Untuk itu, dirinya berencana mengajukan alokasi dana asuransi dan penjaminan pada tahun depan. "Tahun depan, kami akan minta alokasi dana kembali dan melihat perkembangan yang ada," jelasnya.
Dia mengatakan, melalui asuransi, pemohon perumahan lewat KPR yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak mampu lagi membayar masih bisa memiliki rumah. Sebab, pemilik rumah terlindungi asuransi untuk tetap melanjutkan kredit perumahannya. "Tapi PHK disini tidak termasuk PHK massal, itu ada aturan sendiri dari pemerintah daerah," ujar Tito.