Dari Bisnis ke Politik

“Tanpa Pengusaha, DPR Asal Ketok Palu”

VIVAnews – Sylvia W. Sumarlin belakangan ini benar-benar tersihir oleh aktivitas baru: jadi calon legislatif. Jadwalnya sangat padat. Keliling kampung, kumpul dengan pemulung hingga pedagang elektronik menjadi kesehariannya.

Putri mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin ini mengaku sangat menikmati, meski politik merupakan dunia baru baginya.   Ia merasa sudah telanjur semangat terjun ke politik meski bisnis yang digelutinya, industri jasa internet,  sedang booming dan terus berkembang. Berikut petikan wawancara VIVAnews dengan Presiden Direktur PT Core Mediatech tersebut.

Apa yang membuat Anda tertarik masuk dunia politik?

Ini sesungguhnya bermula dari masalah aturan perpajakan di teknologi informasi. Tujuh tahun kami berjuang memberi pengertian ke Dirjen Pajak dan DPR. Itu sungguh tidak mudah. Bertahun-tahun kami minta dengar pendapat dengan DPR, namun hanya sekali diberi kesempatan. Teman-teman asosiasi kemudian usul, sepertinya harus ada wakil asosiasi di DPR.

Bagaimana prosesnya hingga Anda dicalonkan?

Prosesnya cukup unik. Sebelum ada pendaftaran calon legislatif, kebetulan Ketua Golkar, Muladi datang dan meminta bertemu dengan asosiasi di industri teknologi informasi.

Nah, kebanyakan anggotanya adalah pedagang elektronik dan komputer di Jakarta Barat dan Utara. Selama ini, banyak dari mereka yang golput. Saat itu, Muladi minta mereka mendukung Golkar, namun mereka tidak mau. Kemudian, Muladi meminta mereka memilih wakilnya untuk dicalonkan di DPR. Mereka setuju dan usul Sylvi saja kalau begitu. Toh, Sylvi sudah berkecimpung lama di pendidikan. Golkar pun mengabulkannya.


Bukankah bisnis dan politik merupakan dua dunia yang berbeda?

Dulu saya memang bilang tidak untuk politik. Alasannya, sederhana. Ayah saya (Sumarlin) sudah bergerak di politik sehingga ada kejenuhan. Jadi, saya ingin beda.

Tapi, kebetulan saya sangat tertarik dengan hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Itu sudah saya terapkan di kantor sendiri. Ya ampun… jangan lupa di kantor itu..banyak lho orang berutang hanya untuk sekolah. Mereka susah punya dana cukup untuk pendidikan anaknya. Sekolah masih jadi beban.

Keluarga mendukung?

Saat saya masuk politik, ayah tidak tahu sama sekali. Padahal, kami berada di partai yang sama. Ayah kan anggota sesepuh Golkar.  Kalau saya di Badan Informasi dan Komunikasi. Tapi setelah tahu dari teman-teman, ayah cukup kaget meski akhirnya mendukung.  

Tidak kaget ketika masuk dunia baru?

Saya tidak terlalu kaget karena melihat sendiri apa yang dikerjakan dan diperjuangkan kedua orang tua saya. Ya ampun…, nomor satu itu ternyata urusan dia (Sumarlin). Ketika kami protes tidak pernah bertemu, ayah selalu bilang bahwa kalau bekerja untuk urusan negara, sama saja bekerja untuk keluarga.

Kenapa Puasa Malah Bikin Lemas? Ahli Ungkap Kesalahan Fatal Ini Saat Berpuasa

Saat itu, ayah ingin berjuang agar petani menjadi sejahtera dan makmur. Jika mereka kaya, petani tak perlu menjual tanahnya sehingga kita bisa swasembada beras.

Semakin banyak pengusaha yang terjun ke politik, menurut Anda apa motivasinya?

Belum cukup banyak. Mereka mau terjun karena mengalami kondisi nyata yang dihadapi pengusaha. Saya kasih contoh, soal teknologi informasi, bandwith itu kan mahal. Penyebabnya adalah Pph Pasal 26 berupa pajak final 20 persen atas impor barang dari luar negeri. Kemudian, bandwith dikenai pajak sebagai barang royalti atau punya hak paten. Padahal, bandwith tidak terkait dengan paten dan hak cipta.

Gara-gara DPR tidak tahu dan seenaknya, asal ketok palu UU saja, industri teknologi informasi tidak bisa tumbuh dan maju. Kami kan jadi kesal, kesal sekali. Itu kan bisa terjadi karena DPR tidak mengerti. Sumbernya, ya karena politikus lebih banyak diisi bukan dari kalangan pebisnis.

Coba saja tengok, pernyataan Menteri Komunikasi bahwa tarif internet harus turun 200 persen. Loh, bagaimana mau diturunkan 200 persen, jika bandwith saja tidak turun segitu. Kalau dipaksa turun, nanti industrinya bangkrut. Tapi, kalau pemerintah mau memberi subsidi, itu justru jadi beban baru. Yang perlu adalah stimulus-stimulus pajak tadi.

Artinya perlu lebih banyak pengusaha di DPR?

Polisi Gerebek Kamar Kos yang Produksi Tembakau Sintetis di Pesanggrahan Jaksel


Pengusaha memang diperlukan di DPR. Tapi, harus seimbang. Kalau lebih banyak pengusaha, nanti malah kebablasan. Yang diperlukan di DPR adalah, akademisi, politikus dan pengusaha menjadi satu. Akedemisi adalah orang yang peduli masyarakat banyak dan suatu yang ideal.


Apa strategi Anda agar bisa lolos ke Senayan?

Saya sebenarnya senang dengan sistem pemilihan baru dimana suara terbanyak yang terpilih. Tapi, ini juga sulit karena banyak pemilih yang mengalami kepahitan hidup. Misalnya, di Jakarta Barat dan Utara, mereka mengalami kepahitan dagang.

Di sana, banyak juga penduduk yang kecewa karena miskin. Jadi, mental golput sudah dominan. Untuk meyakinkan mereka perlu perjuangan berat. Saya harus meyakinkan bahwa mereka bisa memilih figur yang mereka harapkan duduk di DPR. Saya ingin mereka sadar bahwa yang dipilih adalah harapan mereka.

Berapa lama sosialisasi?

Saya baru tahu jadi caleg DPR dari Daerah Pemilihan III , meliputi Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu, September 2008. Oktober ada kegiatan di luar negeri. Saya baru bisa mulai sosialisasi pada akhir Desember. Jadi, mulai relatif paling belakang dibandingkan dengan caleg lain yang mulai Juni.

Yakin bisa lolos?

Kongkalikong dengan Jerman, Yunani Kirim Ribuan Roket ke Ukraina


Ya, saya tentu optimistis. Ini sesuatu yang menantang dan memberi harapan buat saya dan masyarakat. Karena itu saya ladeni dari pagi sampai malam suntuk. Rata-rata saya berangkat dari pukul 6 pagi dan pulang pukul 2.00 dini hari. Saya harus menunggu pemulung kumpul setelah bekerja. Itu biasa selesai sampai pukul 2.00 pagi.

Anda janji apa kepada mereka?

Saya tidak bisa bicara muluk-muluk. Mereka jadi pemulung karena tidak ada pekerjaan di desanya. Mereka boleh makan sembarangan, tetapi buat anak tetap makan tiga kali dan tetap mengutamakan anak bisa sekolah. Kami buatkan balai-balai dan kirim relawan untuk mengajar anak mereka.

Kelompok masyarakat mana yang perlu usaha keras untuk diyakinkan?

Justru golongan menengah ke atas. Mereka apatis dan tidak tertarik ikut pemilu. Susah. Sosialisasi sekali, sama sekali tidak cukup. Saat pertama sosialisasi, mereka bilang OK. Tapi, akan tanya teman-temannya dulu.

Setelah itu, teman-temannya tanya lagi. Baru sosialisasi ketiga, mereka sepakat. Jadi, sulit sekali. Itu belum sampai memilih Sylvi tuh. Jadi, sangat sulit sekali. Tapi, kalau bicara soal dagang, gampang sekali.

Maksudnya lebih mudah dengan bahasa dagang?
 
Kebetulan 13 tahun, saya berdagang dengan mereka. Buka akses internet, saya jual ke mereka. Jadi, mereka jual paket modem, bermitra dengan saya. Perjuangan untuk Pph jasa untuk transaksi komputer dan software, aku mewakili mereka. Dagang memang mudah, karena sudah banyak kenal. Tapi, meyakinkan mereka ikut pemilu tidak gampang.

Bagaimana kalau kalangan akar rumput ?

Ini lebih mudah. Sebab bagi mereka, sandang, pangan dan papan itu perlu. Tapi, untuk kalangan pengusaha bagaimana. Sandang tak perlu, pangan tak perlu, papan juga tak perlu.

Anda sudah menghabiskan dana berapa banyak?

Cukup besar. Tapi, tidak sebesar caleg lain. Kenapa. Karena untuk sosialisasi, saya sudah punya posko-posko yang dibangun untuk pengajaran dan pengobatan gratis. Itu sudah jalan sejak 10 tahun lalu. Misalnya, di Cengkareng, Grogol, Jelambar, Muara Kamal.

Cukup besar itu berapa?

Kembali lagi ke situ. Aku nggak mau kasih tahu. Pokoknya lumayan deh. Tapi, dibandingkan caleg lain jauh lebih murah. Kenapa? Karena justru mereka yang undang saya untuk sosialisasi. Misalnya, ke Mangga Dua atau Glodok, mereka mengundang saya sebagai sahabat. Makanan mereka traktir, orang dikumpulkan, atribut dibuatkan. Senang sih. Tapi, diminta ikut pemilu sulit.

Siapa pesaing terberat Anda?

Saingan saya, semuanya berat. Dari PDS ada Ketuanya Ruyandi Hutasoit, PKS  ada Adang Daradjatun, PDI-P Effendi Simbolon, dari Golkar ada Ketua DPRD Ade Subrata, ada Roy BB Janis dari PDP. Jadi, ini medan yang berat sekali bagi diriku.

Anda butuh suara berapa?

Kalau mau aman, ya saya harus kumpulkan 90 ribu suara dari 270 ribu nilai kursi.

Jika terpilih, bagaimana nasib usaha Anda?

Kami mendirikan bisnis berdua bersama suami dan berjalan belasan tahun. Sejak dua tahun lalu sudah bisa dilepas. Sudah dijalankan oleh profesional. Saya memang masih direktur utama, tetapi sistem perusahaan sudah jalan. Saya tidak terbebani, meski saya menangani tugas baru.

Apa yang menjadi agenda utama jika masuk parlemen?
 
Agenda saya bukan sekadar memperjuangkan soal teknologi informasi. Namun, memperjuangkan kepentingan Jakarta Barat dan Utara. Kepentingan mengarah ke dua hal, yakni pendidikan dan kesehatan. Hampir 14 tahun saya berusaha, saya selalu giat di pendidikan.

Waktu kantor masih di Menara Batavia, Jakarta Pusat saya memberikan pendidikan komputer gratis bagi anak-anak di wilayah Benhil dekat kantor. Sabtu-Minggu untuk guru belajar internet. Dari sini banyak sekali anak putus sekolah. SPP memang gratis, tetapi fasilitas tidak gratis. Seragam bayar, buku dipinjamkan tapi tidak bisa dibawa pulang. Fotokopi juga tidak murah. Apalagi, akses internet. Komputer tidak ada, akses internet mahal.

Kenyataan, di grass root tidak tuh yang merasakan 20 persen [alokasi anggaran negara untuk pendidikan]. Jadi, duit itu dipakai untuk apa? Apakah untuk proyek hibah kok tidak ada perbedaan mutu. Pendidikan tetap tidak ada perbaikan. Padahal, kalau dibelanjakan dengan bijaksana akan ada perubahan drastis dengan pendidikan.
 
Dengan bijaksana itu konkretnya seperti apa?

Begini. Misalnya, untuk pendidikan teknologi informasi. Saya tidak setuju, jika dana digunakan untuk membeli komputernya saja. Saya pernah beli komputer ke sekolah agar murid jadi pandai. Namun, komputer dipreteli dan dijual.

Alangkah lebih baik, jika duit itu digunakan untuk menaikkan gaji guru agar bersemangat mengajar. Atau jika mau belanja untuk teknologi informasi, bukan komputer yang dibeli. Tapi, infrastrukturnya karena itu yang mahal dan tidak pernah diberikan sehingga akses internet di sekolah mahal.

Cara lain, pemberdayaan ke perpustakaan yang diperbesar sehingga murid belajar di perpustakaan dan tidak keleleran. Saya membuat taman bacaan yang  dilengkapi fasilitas internet, buku dan guru bimbingan belajar. Anak-anak jadi datang dan belajar seharian.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya