"Bapepam Lemah Awasi Transaksi Derivatif"

VIVAnews - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dinilai lemah dalam pengawasan transaksi derivatif lembaga keuangan bukan bank.

BI Catat Penyaluran Kredit Baru Kuartal I-2024 Tumbuh Positif, Ada Tapinya

"Selama ini Bapepam amat minim untuk mendeteksi lembaga keuangan bukan bank yang terlibat transaksi derivatif," kata Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, di sela diskusi bertajuk "Fenomena Derivatif di Masa Krisis," di Jakarta, Senin 6 April 2009.

Bahkan, Yudhi menilai, setelah banyak perusahaan yang terkena dampak transaksi derivatif, tindakan Bapepam-LK juga sangat minim.

"Semestinya Bapepam cepat masuk, melihat risiko seperti apa dan menangani dengan cepat," ujar dia.

Hal itu berbeda dengan Bank Indonesia (BI) yang langsung aktif dan mengeluarkan larangan transaksi derivatif pada Desember 2008.

"Kami tidak melihat ada laporan lain yang merupakan temuan Bapepam tentang lembaga keuangan bukan bank yang terlibat dalam transaksi derivatif," ujar dia. "Padahal saya melihat, banyak sekali yang terlibat".

Namun, dia mengakui, untuk perusahaan aset manajemen, Bapepam-LK sudah cukup melakukan pengawasan ketat.

"Intinya, belum ada early warning system terkait produk derivatif lembaga keuangan bukan bank," kata Yudhi.

Yudhi menambahkan, dalam transaksi derivatif untuk lindung nilai (hedging) terdapat dua jenis pelaku, yaitu hedger dan spekulator. Sebagian besar perusahaan di Indonesia berposisi sebagai spekulator.

Hal itu disebabkan pengetahuan tentang transaksi derivatif sangat minim. Selain itu, perusahaan diiming-imingi bunga yang tinggi dari transaksi derivatif tersebut.

Menurut Yudhi, untuk melihat posisi pelaku sebagai hedger atau spekulan, sebenarnya cukup melihat kontrak perjanjian kedua pihak. "Idealnya, jika perusahaan memilih sebagai hedger, mereka melakukan transaksi hedging atau lindung nilai," katanya.

Gula pasir (ilustrasi).

Harga Gula Meroket, Ini Kata Kadis Perindag ESDM Sumut

Harga gula di Sumatera Utara meroket. Terpantau, harga di pasar mencapai Rp 18 ribu per kilogram.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024