VIVAnews - Mulai 14 hingga 17 November pekan ini, Washington bakal menjadi tuan rumah agenda penting para pemimpin G-20 untuk menghadapi krisis ekonomi. Namun, situasi menjadi tidak pasti menyusul hasil pemilihan presiden Amerika Serikat yang memenangkan Barack Obama sebagai presiden ke-44 Amerika.
Pertemuan terjadi di saat akhir masa kepemimpinan George Bush di pentas dunia. Sedangkan, Obama mulai naik ke pentas sebagai presiden negara super power. Sulit membayangkan ada hasil konkret dari pertemuan pada masa transisi tersebut. Apalagi, banyak anggapan bahwa kesepakat konkret baru akan ketahuan pada awal tahun depan, setelah Obama memimpin AS.
Padahal, 20 pemimpin negara industri maju dan negara berkembang pesat yang menguasai 85 persen ekonomi dunia akan hadir membahas solusi krisis keuangan dunia. Tujuh negara industri maju adalah pemimpin dari Inggris, Kanada, Prancis, Italia, Jepang, Jerman dan Amerika. Selain itu datang dari Rusia, Australia, Argentina, Brazil, Cina, India, Indonesia, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan dan Turki.
Sejauh ini memang tidak jelas bagaimana aturan main presiden terpilih akan memainkan peran dalam pertemuan penting tersebut. Pihak penyelenggara tengah berkonsultasi dengan tim Obama soal kemungkinan bos baru tersebut hadir. Pejabat Prancis mengindikasikan kemungkinan akan ada pembicaraan dengan penasihat Obama.
Bagaimanapun, para pemimpin G20 kemungkinan bakal menolak bersepakat dengan pemerintah yang segera berakhir. Namun, mereka juga tidak dapat menjalin kesepakatan dengan tim yang belum jelas. Obama memang sudah mulai bekerja pada masa transisi, namun ia belum menunjuk Menteri Keuangan, seseorang yang bakal menjadi pemain kunci jika pembahasan G20 soal krisis keuangan akan berlanjut.
Tanpa Amerika, raksasa ekonomi terbesar di dunia, solusi krisis memang bakal sulit dicapai. Pertanyaannya, siapakah sang bos dalam pertemuan G20? Ulasan di blog The Wall Street Journal ini cukup menarik dikunjungi.