Adrian Maulana Djambek

Bermodal Dangdut Cari Dukungan

VIVAnews - Suatu pagi di sebuah desa di kawasan Pariaman, Sumatera Barat, seorang pria tampak sedang dikerubuti ibu-ibu. Sang pria berusaha meyakinkan ibu-ibu tersebut bahwa dirinya benar-benar aktor yang wajahnya sering tampil di layar kaca.

Terpopuler: Catherine Wilson Malu sampai Atta Halilintar Kirim Doa

Tapi tidak ada satupun di antara mereka yang percaya pria itu adalah Adrian Maulana Djambek, yang sering muncul sebagai pembawa acara di stasiun televisi. Setelah berkali-kali meyakinkan dan dibantu oleh pemilik rumah tempat ia menginap, akhirnya ibu-ibu tersebut percaya.
Adrian tidak memungkiri latar belakang sebagai artis mempermudah dirinya memperkenalkan ke masyarakat sebagai calon anggota legislatif.  “Buktinya, ketika mereka sudah percaya, semuanya langsung minta foto bersama.”

Ia pun senang-senang saja melayani kemauan mereka.”Dan foto bersama saja ternyata tidak cukup. Mereka meminta saya menyanyi.”

LIVE: Momen Bersejarah Raja Aibon Serahkan Tongkat Komandan Pasukan Tengkorak TNI ke Letkol Danu

Pengalaman pertemuan-pertemuan singkat dengan penduduk seperti itu dicatat Adrian. Hari-hari berikutnya, tiap kali tatap muka dengan warga, dia membuat hiburan dan pasti ada sesi menyanyi. Lagu yang dinyanyikan umumnya jenis dangdut. “Tapi, saya juga melihat situasi. Kalau mereka minta  lagu daerah, saya juga akan penuhi.”

Bagi Adrian, menyanyi lagu daerah bukan masalah besar karena ia memang putra daerah. Dia anggota keluarga besar Inyiak Djambek, ulama terkemuka asal Tangahsawah, Bukittinggi. Pria kelahiran Jakarta, 29 Oktober 1977 itu juga cucu pertama Kolonel (purn) M Dahlan Djambek, tokoh penting di belakang munculnya pergolakan Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia.

Kendarai Sepeda Motor Baru, Pelajar SMA di Brebes Terlindas Truk 

Belakangan pola komunikasi melalui aksi semacam itu ia nilai paling efektif. “Menghibur sekaligus menarik perhatian.”

Tiap kali turun ke kampung, Adrian kini selalu membawa peralatan pemutar musik sendiri. Semua dilakukan dengan sederhana dan tidak perlu membangun panggung khusus,  cukup di tempat yang lapang yang memungkinkan masyarakat berkumpul.

Hal-hal seperti itu rutin ia lakukan sebagai sarana untuk minta izin dan dukungan masyarakat saat maju ke pemilihan legislatif April 2009.  Selama di lapangan, Adrian belajar otodidak tentang komunikasi politik. Ada satu pengalaman yang dia peroleh ketika singgah di salah satu kampung. Ini terkait dengan cara hidupnya selama ini yang sangat disiplin. “Pola makan, tidur dan olah raga saya teratur.”

Masalahnya, kata Adrian,  warga di kampung tersebut mempunyai etika unik ketika bertamu. Bila tuan rumah menghidangkan makanan dan minuman, tamu tidak boleh menolak. “Bila menolak, artinya tamu tidak menghormati kebaikan  tuan rumah. “

Dia kemudian mencari akal agar tidak menyinggung perasaan tiap warga  yang dikunjunginya, Tiap kali bertamu dan disuguhi makan yang cenderung bersantan, Adrian menerangkan tentang pentingnya pola makan sehat. “Saya bilang santan itu memang enak buat makan. Tapi, tidak terlalu sehat bila sering-sering dimakan.”

Dia juga bercerita tentang bagaimana mengatur makanan selama ini sehingga selalu memiliki badan sehat dan bugar seperti sekarang. Cara Adrian ternyata cukup jitu. Lama-lama, penduduk memahaminya dan tidak ada yang menolak rumahnya dikunjungi.  “Malah  mereka rebutan  agar saya menginap di rumahnya.”

*

Adrian turun ke lapangan mulai akhir Agustus 2008. Dia calon anggota legislator dari Partai Amanat nasional untuk Daerah Pemilihan II Sumatera Barat yang meliputi delapan kota dan kabupaten.

Masyarakat yang akan menjadi konstituennya antara lain Bukittinggi, Agam, Padang Pariaman, 50 Kota, Pasaman, Pasaman Barat.
Selama ini dia turun ke kampung satu bulan sekali. Setiap turun membutuhkan waktu delapan sampai sepuluh hari. Tapi, mulai Januari 2009, dia menetap di daerah itu hingga Pemilihan Legislatif 2009.

Sosialisasi calon anggota legislator itu dilakukan dengan matang. Sebelum turun, Adrian survei ke daerah-daerah yang akan dikunjungi. Selanjutnya, ia membentuk tim yang ikut mendukung selama di lapangan. “Jalan menuju wakil rakyat ternyata memang tidak mudah,” kata Adrian.

Sebelum turun ke lapangan, partainya menggojlok semua calon anggota legislatif melalui berbagai rupa kegiatan. Berdiskusi, berdebat, teknik bicara menarik di depan publik. “Saya harus mengikuti semua kegiatan itu.”

Lulus penggojlokan partai tidak menjamin langsung masuk parlemen. Perjuangan sesungguhnya, jelas Adrian, ketika terjun ke lapangan,  menemui konstituen untuk mengenalkan diri, mempengaruhi, meyakinkan publik sehingga memilihnya ketika pemilihan legislatif digelar.

Semua hal tersebut sekarang sangat penting karena Mahkamah Konstitusi membatalkan sistem nomor urut menentukan siapa calon legislator yang masuk parlemen. “Jadi hanya calon yang betul-betul bersedia turun ke lapangan untuk mengenalkan diri dan mau memahami problem masyarakat yang berpeluang menang.”

Penerapan sistem suara terbanyak, kata Adrian, membuka pintu selebar-lebarnya bagi calon wakil rakyat yang jujur mengikuti pemilihan. Dengan sistem ini, persaingan antarcalon anggota legislator secara kotor bisa dicegah.  “Saya akui sistem ini, untuk orang seperti saya yang baru dikenal di kancah politik, merupakan momentum untuk kerja keras,” kata salah satu lulusan terbaik Jurusan Teknik Mesin Universitas Trisakti 2001 itu.

“Saya ingin membuktikan bahwa artis bukan pengumpul suara saja. Tapi figur yang memang layak maju di 2009.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya