VIVAnews - Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung ramai-ramai melaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke polisi. Mereka merasa tersinggung dengan kritikan yang dilontarkan ICW mengenai sejumlah isu yang beredar.
Langkah itu sangat disayangkan. Ini tidak hanya berlaku untuk kejaksaan, tapi juga kepolisian yang memeriksa perkara.
Kalau mau jujur, keberadaan dan kiprah civil society seperti ICW berdampak positif. Kalau pun ada distorsi informasi, jangan dilihat terburu-buru. Apalagi melihat hal tersebut sebagai pencemaran nama baik institusi dan semacamnya.
Kejaksaan lebih baik menanggapi laporan itu dengan menjelaskan kepada pers sebagai cara mengkonter pemberitaan negatif. Jika perlu, Kejaksaan juga mengundang ICW untuk menjelaskan tuduhan.
Apalagi, ini bukan masalah win or lose, menang atau kalah. Kritik ICW itu seharusnya dipandang sebagai bagian dari kontribusi stake holder, para pihak pemangku kepentingan.
Sebab. saya khawatir jika proses seperti ini dilanjutkan dan dilaporkan ke polisi. Bila hal ini diteruskan, kontrol yang dilakukan lembaga seperti ICW akan melemah. Terutama kontrol terhadap institusi penegakan hukum. Artinya, sebelum langkah laporan pencemaran nama baik ditempuh, sebaiknya dilakukan konter pernyataan dan mengundang lembaga itu menjelaskan.
Dalam perjalanan kasus pun, saya tidak yakin proses laporan ke polisi itu nantinya berjalan adil. Apalagi, yang melaporkan adalah kejaksaan.
Seperti kita tahu bersama, kejaksaan memiliki peran sebagai lembaga penuntut. Maka jelas akan ada conflict of interest antara pihak pelapor dan penuntut.
Walhasil, ke depan nantinya, harus dicari pola agar tidak terjadi konflik kepentingan. Mungkin bisa dalam bentuk penerapan code of conduct atau kode etik. Tapi, memang, lebih baik laporan model ini di-drop saja oleh polisi.
Dengan adanya laporan polisi ini, di satu sisi, tidak hanya kejaksaan, tapi hampir seluruh lembaga negara menunjukkan masih kuatnya sikap alergi terhadap kritik. Padahal, banyak juga kritik yang dapat membangun karena memilik dasar atau fakta yang kuat. Dan, ICW, mengaku memiliki data akurat.
Sebagai aparat negara, selayaknya aparat hukum membiasakan diri mendapatkan kritik. Walau untuk kritik sepedas apa pun. Karena, kritik sangat diperlukan untuk membangun kembali institusi kita bersama.
Pada akhirnya, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung lebih baik membatalkan laporan tersebut. Yang paling penting bagi mereka, jika mendapat kritikan, adalah memberikan bukti kepada masyarakat. Itu pun kalau mereka benar-benar memang sudah berubah.
Disarikan dari wawancara Mas Achmad Santosa, pengamat hukum Univesitas Indonesia.