Gugatan Undang-undang Pilpres

PBB: Argumentasi Pemerintah Tidak Logis

VIVAnews - Wakil Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Hamdan Zoelva, mengatakan argumentasi pemerintah yang disampaikan di sidang gugatan Undang-undang Pemilihan Presiden di Mahkamah Konstitusi tidak kuat.

Panglima TNI Putuskan untuk Mengubah Sebutan KKB Menjadi OPM

“Kami tidak mempersoalkan diskriminasi seperti yang dijawab pemerintah itu. Kalau dihadapkan ke soal itu, ya tidak kena,” kata Hamdan kepada VIVAnews, Rabu 14 Januari 2009.

Yang diperkarakan di UU Pilpres, antara lain, besarnya syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden untuk diusung maju ke pemilihan presiden. Syaratnya, partai pengusung harus mampu meraih kursi minimum 20 persen dari jumlah kursi parlemen. Atau mendapat 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

Banjir Ekstrem, Seberapa Parah Curah Hujan di Dubai?

Hamdan mengatakan syarat itu melanggar UUD 1945. Itu sebabnya digugat. Menurut Hamdan, bila mengacu konstitusi syarat mengajukan calon presiden tidak lagi ditambah.

Selain PBB, yang menggugat syarat itu Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat, Wiranto, calon presiden indepen, Fadjroel Rachman, dan Surip Kadi.

RKP 2025 Sudah Disusun dengan Prioritaskan Program Prabowo-GIbran, Ini Rinciannya 

Mengenai jawaban pemerintah bahwa tingginya syarat itu bukan untuk menyulitkan partai mengajukan calon presiden masing-masing, dinilai Hamdan juga tidak logis.

Menurut dia, logikanya dengan meninggikan syarat menjadi 20 persen itu, peluang partai-partai baru ikut bursa calon presiden kecil. Artinya, kata Hamdan, partai baru peserta pemilu harus berkoalisi dengan partai yang sudah besar.

“Jadi, kalaupun tidak dimaksudkan untuk menjegal. Kenyataannya begitu di lapangan,” kata dia. “Inilah yang membuat penafsiran itu jegal. Karena substansinya memang ke arah sana.”

Hamdan mengatakan mempersoalkan tingginya syarat itu bukan berarti PBB tidak percaya diri ikut pemilihan umum. Sebab, kata dia, partai-partai papan atas seperti PDIP dan GOlkar, juga tentu mampu memenuhi syarat 20 persen itu.

Selanjutnya, jawaban pemerintah bahwa tingginya syarat itu untuk perkuat sistem presidensial, Hamdan menilai itu juga tidak betul. Sebaliknya, logika yang digunakan pemerintah, kata Hamdan, sistem parlementer.

Hamdan juga tidak sepakat bahwa tingginya syarat mencapai 20 persen itu untuk membuat efektif sistem presidensial.

“Kalau untuk penguatan posisi presiden, kenapa hanya ditambah jadi 20 persen untuk dukung pemerintah,” kata dia. “Bagaimana yang 80 persennya. Jadi logikanya tidak masuk.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya