VIVAnews - Asosiasi Semen Indonesia menyatakan, harga semen meroket akibat naiknya harga batu bara. Padahal komponen batu bara mencapai 30 persen dari ongkos produksi.
"Harga semen naik, meskipun 100 persen bahan baku semen berasal dari dalam negeri," kata Ketua Asosiasi Semen Indonesia Urip Trimuryo di Jakarta, Selasa, 17 Februari 2009.
Menurut Urip, harga semen yang rata-rata dibandrol Rp 50 ribu per sak merupakan harga yang wajar dan stabil. "Sekarang harganya cenderung stabil, bisa turun atau naik tapi sedikit," ujarnya.
Hingga akhir 2008, penyerapan semen dalam negeri sebanyak 38 juta ton dalam setahun. Dia mengatakan penyerapan tahun ini, belum bisa diperkirakan tapi yang jelas tidak akan berbeda jauh dengan tahun lalu.
Urip mengakui produsen semen memilih suplai pasar dalam negeri ketimbang ekspor. Sebab, harga ekspor selalu lebih rendah dibandingkan domestik.
Selain itu, produsen tidak berminat ekspor kecuali ada kelebihan produksi. Ongkos angkut ke negara-negara tujuan sangat besar, hampir sama dengan biaya produksinya, tergantung jarak. Jika ke Timur Tengah, tidak sampai menyamai biaya produksi. Sedangkan jika ke Amerika Serikat, bisa menyamai.
Hingga saat ini, semen Indonesia telah masuk ke beberapa negara Asia, seperti Bangladesh, Srilangka, dan Maldive. "Ekspor ke Bangladesh paling besar karena di sana tidak ada pabrik semen," kata Urip.