Uji Materi UU Pemilu

Satu dari Tiga Caleg Harus Perempuan Digugat

VIVAnews - Muhammad Soleh, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur, menggugat Undang-undang No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Salah satu pasal yang digugat calon legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan nomor urut 7 itu adalah aturan satu dari tiga calon haruslah perempuan.

Soleh berpendapat, aturan itu justru mendiskriminasi. Seharusnya, kata Soleh, nomor urut ditentukan oleh sejauh mana pengabdian kepada partai. "Pasal 55 memperlihatkan arogansi dan diskriminasi antara caleg laki-laki dan perempuan," kata Soleh dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu, 12 November 2008.

Soleh memohon Mahkamah Konstitusi menguji pasal 55 ayat 2 dan pasal 214 huruf a sampai e UU Pemilu. Soleh menganggap kedua pasal itu bertentangan pasal 27 ayat 1, pasal 28D ayat 1, dan pasal 28D ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.

Selain mengenai aturan zipper, pasal 55 dan 214 juga mengatur mengenai penetapan calon yang sama-sama memperoleh suara lebih dari 30 persen diputuskan berdasarkan nomor urut. "Kalau misal saya yang nomor 7 mendapat 99 persen, itu akan kalah dengan calon yang nomor 1 yang hanya mendapat suara 30 persen lebih sedikit," kata Soleh yang perkaranya tercatat bernomor 22/PUU-VI/2008 itu.

Selain Soleh, majelis hakim konstitusi yang dipimpin Mahfud MD juga mengadili sekaligus permohonan kedua, nomor 24/PUU-VI/2008, dimohonkan calon Partai Demokrat Sutjipto dan Septi Notariana serta pemilih dalam Pemilu, Jose Bima Satria. Mereka mengujikan pasal 205 ayat 4 dan ayat 5 serta pasal 214 UU Pemilu, yang dinilai bertentangan dengan pasal 1 ayat 2, pasal 6A ayat 1, pasal 6A ayat 4, Pasal 22E ayat 1 dan pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

Pasal 205, menurut ketiga orang, dapat mengakibatkan terpilihnya wakil rakyat yang tidak berasal dari daerah pemilihan. Pasal 205 mengatur sisa suara dapil dikumpulkan di porvinsi untuk mennetukan bilangan pembagi pemilih yang baru. Ketentuan ini membuat seorang calon bisa duduk dengan mengandalkan suara dari daerah pemilihan lain.

Sidang ini telah memasuki tahap kesaksian dari pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Nasional untuk Antikekerasan terhadap Perempuan. Pihak DPR tidak hadir. Pemerintah diwakili oleh staf ahli Menteri Dalam Negeri, Agung Mulyana. KPU diwakili I Gusti Putu Artha sedangkan Komnas Perempuan diwakili komisioner MS Syamsiah Ahmad.

Dalam keterangannya, Pemerintah menanyakan legal standing pemohon. Menurut Agung, pemohon tidak memiliki kekuatan hukum untuk memohon pengujian pasal-pasal. Selain itu, kata Agung, pasal-pasal yang diujikan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Majelis hakim yang diketuai Mahfud MD diminta menolak permohonan.

Sementara KPU sepakat argumentasi pemohon tentang suara terbanyak. "Sekarang banyak partai menggunakan suara terbanyak dengan beralaskan pasal 218 tentang penggantian calon terpilih," ujar Putu Artha. Akan tetapi, KPU tidak masuk di situ. "Posisi KPU menjalankan teknis."

Komnas Perempuan mengatakan, yang diatur UU mengenai sistem zipper tidak diskriminatif. Aturan satu dari tiga calon harus perempuan itu proses menuju kesetaraan peran publik laki-laki dan perempuan. "Perempuan perlu aturan-aturan khusus untuk mendorong itu," kata Syamsiah.

Hakim anggota Maruarar Siahaan bertanya, "Komnas Perempuan apakah punya data berapa jumlah perempuan yang menjadi pengurus partai?" Syamsiah tidak menjawab langsung tapi menjelaskan fungsi pokok Komnas lebih fokus pada kekerasan terhadap perempuan, tidak fokus pada hak-hak politik.

Terjebak Banjir di Dubai, Atta Halilintar Tetap Kirim Doa untuk Sulawesi Utara
Viral Aksi Pengemudi Toyota Fortuner

Pengemudi Fortuner Arogan Bikin Geram Kolonel Pom Jeffri: Gayanya Melebihi Tentara

Aksi Pierre WG Abraham, pengemudi mobil Toyota Fortuner yang pakai pelat dinas palsu ditegaskan mencoreng institusi TNI.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024