VIVAnews – Ombudsman Republik Indonesia atau ORI perwakilan Jakarta Raya menemukan adanya dugaan aktivitas pertambangan galian c ilegal yang diyakini dapat membahayakan warga. Lokasinya berada di kawasan Bojongsari, Depok, Jawa Barat.
Kepala Pewakilan ORI Jakarta Raya, Teguh Nugroho mengungkapkan, salah satu lokasi terdampak akibat kasus itu ialah area Sekolah Dasar Negeri Pondok Petir 03. Di wilayah pendidikan itu, areanya hampir tertutup bekas galian tanah merah dan menimbulkan jurang buatan.
"Ini berdampak pada gangguan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut),” katanya pada wartawan, Rabu 9 Oktober 2019
Tak hanya itu, tanah makam serta saluran udara tegangan esktra tinggi atau SUTET yang berada di kawasan itu hampir ambrol karena batas-batasnya habis dikeruk galian ilegal. Teguh mengatakan, aktivitas yang telah berlangsung lama itu diduga akibat pembiaran berlarut oleh pihak-pihak berwenang. Dalam hal ini pemerintah Kota Depok, aparat kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat.
"Kami telah mengeluarkan LAHP (Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan) tentang adanya tindakan maladministrasi dari kegiatan pertambangan itu," ujarnya
Teguh menjelaskan, tindakan maladministrasi tersebut diduga terjadi karena keterlambatan dalam merespons aktivitas tambang ilegal, serta kurangnya ketegasan dalam menegakkan peraturan dalam pengawasan dan penertiban. "Disini terlihat lemahnya koordinasi antar instansi di wilayah Kota Depok, serta penegakan hukum terkait tambang ilegal tersebut," kata dia.
Teguh memaparkan, aktivitas tambang ilegal ini melanggar ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kemudian Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, dan Perda Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum.
"Penanganan tambang ilegal, apalagi hal ini terjadi berulang dan di beberapa titik, maka dalam tindakan korektif kami salah satunya meminta Kapolresta Depok memerintahkan Kasat Reskrim untuk melakukan serangkaian penyelidikan terhadap persoalan ini," katanya
Teguh menegaskan, pihaknya memberikan waktu selama 30 hari setelah LHAP tersebut diberikan kepada para pihak terakit untuk ditindaklanjuti.
"Setelah ini tentu saja kami akan melakukan pemantauan pelaksanaan tindakan korektif dari LAHP tersebut agar pengawasan terhadap tambang ilegal ditingkatkan serta ada tindakan tegas sesuai prosedur," kata dia.