Golput Haram

Pengamat: Itu Fatwa Sesat

VIVAnews - Wacana fatwa haram bagi pemilih golongan putih (golput) menuai kritik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) diminta tidak melibatkan diri dalam politik.

"Kalau MUI sampai terlibat dalam proses politik yang detil, saya kira dia sudah keluar dari relnya," kata pengamat politik Arbi Sanit usai diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu 13 Desember 2008.

Sebab dalam demokrasi, kata Arbi, orang yang golput dan yang memilih memiliki hak yang sama. Dan kalau MUI menyatakan golput haram, maka itu justru berlawanan dengan demokrasi. Kondisi ini harus disadari MUI agar institusi ini tidak terjebak dan menjadi politisi, bukan lagi lembaga agama.

"Saya berharap MUI tidak melibatkan diri terlalu jauh dari persoalan politik. Karena dunia politik lebih banyak mengandung unsur abu-abu ketimbang hitam putih yang merupakan urusan agama. Jadi agama tidak boleh diparalelkan dengan politik," tegas Arbi.

Senada dengan Arbi, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menyatakan,  memilih merupakan hak warga negara bukan kewajiban. Hal itu sesuai dalam konteks undang-undang yang ada di Indonesia.

Masyarakat, kata dia, tidak bisa dipaksa. Jika mereka percaya dengan sistem demokrasi dan puas dengan parpol, maka tanpa ada fatwa apapun, masyarakat tetap akan mencoblos.

"Sebaliknya kalau kondisi politik tidak kondusif, parpol tidak amanah lalu tiba-tiba ada fatwa wajib memilih dalam pemilu, saya kira itu fatwa yang sesat," kata qodari.

Ia meminta agar masalah pemilu diatur sesuai koridor aturan yang bersifat ketatanegaraan saja, bukan agama.

Legislator Soroti Daya Beli Gen Z di Jakarta, Bisa Berkontribusi Besar Kendalikan Inflasi
bantuan untuk warga Gaza

Meski Negaranya Tengah Dilanda Aksi Terorisme, Rusia Tetap Kirim 29 Ton Bantuan ke Gaza

Meski tengah berduka, Rusia mengatakan pihaknya tetap mengirimkan lebih dari 29 ton bantuan kemanusiaan ke pada warga Palestina di Jalur Gaza yang tengah dilanda perang.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024