Resensi Buku Trilogi Dosa SBY-Kalla

Cara Yudhoyono Pertahankan Popularitas

VIVAnews – Boni Hargens, seorang dosen politik di Universitas Indonesia menulis tentang teknik membangun citra yang ditempuh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Strateginya melalui sejumlah kebijakan pemerintah. Tujuan akhirnya adalah tetap mempertahankan kekuasaan.

Polisi Bongkar Sifat Sopir Truk Ugal-ugalan yang Sebabkan Kecelakaan di GT Halim

Melalui buku "Trilogi Dosa Politik: Memahami Dosa-dosa Politik Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dan Pengkhianatan Kaum Intelektual," Boni menguraikan ambisi meraih dan mempertahankan popularitas kepala negara itu.

Ada beberapa kasus yang dibangun Boni untuk mengukur ambisi kekuasaan itu. Menurut dia, itu bisa dilihat dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang diluncurkan Yudhoyono pada 30 April 2007. Kebijakan itu oleh pemerintah diklaim sebagai jawaban masalah kemiskinan yang dihadapi 39,05 jiwa penduduk Indonesia.

Arema FC Langsung Tatap Laga Lawan PSS 

Namun, kesuksesan yang dikampanyekan pemerintah itu dipertanyakan Gerakan Antipemiskinan Rakyat Indonesia (GAPRI). Benarkah program itu jawaban atas penghapusan kemiskinan di Indonesia?

Boni menulis bahwa GAPRI justru  melihat bahwa PNPM itu tidak lebih dari proyek departemen, kementrian, maupun lembaga yang mengklaim melakukan pemberdayaan masyarakat. Tapi, GAPRI, melihat PNPM itu bukan pemberdayaan.

Sentil Gugatan Paslon 01 dan 03 di MK, Qodari Soroti 2 Hal Ini

Menurut kesan Boni dari reaksi keras GAPRI itu adalah pemerintah mencari sensasi melalui PNPM.

Ukuran lainnya, kata Boni, iklan promosi keberhasilan sejumlah departemen pemerintah. Hampir semua departemen membuat iklan di media massa. Tahun 2008, kata Boni, merupakan tahun politik. Sebentar lagi pemilihan umum 2009.

Itu sebabnya, kata Boni, pemerintah gencar memasang iklan di media massa. Menurut Boni, itu merupakan model kampanye yang dilakukan untuk memaksakan pada publik untuk menerima kesimpulan bahwa pemerintah telah berhasil.

Boni mengatakan kasus itu menunjukkan bahwa pemerintah berupaya mengejar popularitas. Kata dia, pemerintah ingin mempertahankan citra positif dengan rekayasa, sementara rakyat merasakan kesulitan hidup yang makin berat. “Inilah paradoks dari politik citra yang dibangun pemerintah Yudhoyono-Kalla,” kata Boni.

Kemudian penahanan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia karena tersangkut guyuran dana Bank Indonesia ke parlemen, Aulia Pohan. Aulia adalah besan Yudhoyono. Aulia baru ditahan baru-baru ini, padahal Indonesia Corruption Watch sudah lama menerbitkan 18 bukti keterlibatan Aulia di kasus itu.

Boni menulis kasus Aulia Pohan membuka tabir bahwa sesuatu yang tidak normal menjadi normal ketika hukum bersetubuh dengan kekuasaan. Karena itu, kata Boni, komitmen penegakan hukum pemerintahan Yudhoyono-Kalla perlu dipertanyakan kembali.

Boni juga melihat bahwa Yudhoyono menyadari kasus yang menyeret besannya itu merupakan taruhan. Taruhan untuk mencitrakan dirinya atau justru  makin memerosotkan citra pemerintah yang dipimpinnya. Akhirnya di tahun politik ini, Aulia ditahan juga. “Ini tentu bagian dari proyek citra pemilu 2009,” tulis Boni.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya