DPR Tolak Perpu JPSK

Menkeu Hanya Minta Perlindungan Hukum

VIVAnews – Pengamat ekonomi dari Center for Banking Crisis, Deni Daruri, mengatakan Undang-Undang (UU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) tidak perlu diterbitkan untuk mengamankan keuangan Indonesia.

Kelanjutan Nasib Hyoyon SNSD, Bomi Apink hingga Im Nayoung Pasca Paspornya Ditahan Imigrasi Bali

“Semangat pembuatan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) JPSK saja sudah salah. Karena kewenangan menteri jadi berlebihan,”  kata Deni usai diskusi tentang Perpu JPSK di parlemen Senayan, Rabu 24 Desember 2008. “Harusnya pemerintah tidak meminta kewenangan lagi. Tapi, membuat kebijakan yang lebih kredibel.”

Deni mengibaratkan, Perpu JPSK sebagai rumah sakit dan pasien sebagai bank. Rumah sakit ingin menjaring pasien masuk untuk berobat.  Padahal, kata Deni, tidak semua penyakit harus disembuhkan melalui perawatan di rumah sakit. “Dan kalau pasien yang masuk rumah sakit itu mati, rumah sakit tidak mau menanggung dosa dan resiko,” ujar Deni.

Risma Populer di Jatim tetapi Elektabilitas Khofifah Tinggi, Menurut Pakar Komunikasi Politik

Melalui Perpu itu, kata Deni, pemerintah bakal leluasa menggelontorkan dana bagi bank yang dianggap tidak sehat atau butuh dana. “Tapi kalau operasi itu gagal dan banknya mati, mereka (pemerintah) tidak mau disalahkan,” kata Deni.

Sebelumnya sebagian fraksi menolak Perpu itu disahkan menjadi UU. Mereka takut bila disahkan, kekuasaan Menteri Keuangan (Menkeu) menjadi superbody. Bahkan melampaui otoritas kepala negara. Bahkan, peraturan itu mencantumkan Menkeu dan Gubernur Bank Indonesia (BI) kebal hukum dalam setiap kebijakan di masa krisis.

Menkeu Sebut Jumlah Dana Pemda Mengendap di Bank Capai Rp 180,9 Triliun

Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) yang ikut duduk di pemerintahan juga menolak. Partai beringin yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla itu meminta pemerintah  merevisi usulan yang diajukan Menkeu itu.

Fraksi lain yang menolak pengesahan itu juga meminta pemerintah memperbaiki beberapa  pasal, misalnya dalam struktur Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK), kedudukan Presiden harus lebih tinggi dari Menkeu dan Gubernur BI. Dengan demikian, kepala negara tetap dapat mengendalikan kedua pejabat itu.

Deni mengatakan, Gubernur BI, Boediono, ketika terjadi krisis ekonomi 1998 gagal menangani BLBI. Begitu juga Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Ketika Sri menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, daya saing Indonesia justru turun lima peringkat.

Bahkan, ketika Sri mulyani menjadi wakil Indonesia untuk IMF, kata Deni, banyak diprotes anggotanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya