VIVAnews -- Asosiasi penyedia konten mobile (IMOCA) merasa keberatan dengan peraturan pemerintah baru tentang penyelenggaraan jasa pesan premiun dan pesan singkat ke banyak tujuan.
Aturan tersebut dirasa memberatkan karena memperpanjang birokrasi sekaligus memungut biaya tambahan kepada penyedia konten.
"Kami merasa keberatan dengan peraturan Menteri (Peraturan MenKominfo No 1/ PER. M.KOminfo/ 01/ 2009) khususnya pasal 2 dan pasal 6," ujar Ketua Imoca Haryawirasma kepada VIVAnews, melalui sambungan telepon.
Pasal 2, kata pria yang akrab dipanggil Rasmo itu, mensyaratkan para penyedia konten untuk melakukan pendaftaran terlebih dahulu kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia bila ingin menyelenggarakan jasa pesan premium.
Padahal, sebelum peraturan ini muncul, penyedia konten tak pernah diharuskan mendaftarkan layananannya terlebih dahulu. "Ini kan membuat birokrasi semakin panjang," kata Rasmo.
Selain itu, pasal 6 peraturan ini juga mewajibkan penyedia konten untuk membayar Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi. Hal ini dirasakan berat bagi penyedia konten, karena besar tarif yang dikenakan mencapai 1 persen dari keuntungan.
Artinya, bila keuntungan sebuah SMS premium Rp 500 juta, penyedia konten harus menyetor kepada pemerintah sekitar Rp 5 juta. "Ini kan besar bagi kami," katanya.
Padahal, kata Rasmo, selama ini Biaya Hak Penyelenggaraan telah dibayar oleh operator.
"Kenapa kami dibebani lagi?" Kini Rasmo tengah berupaya untuk bertemu dengan Menkominfo untuk membicarakan peraturan ini. Ia berharap agar peraturan ini bisa ditinjau kembali.