Kasus Penjualan Kapal Tangker

Jaksa Agung Belum Terima Rekomendasi SP3

VIVAnews - Rekomendasi penyidik soal penghentian kasus dugaan korupsi penjualan kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC), masih di meja Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Marwan Effendy.

Terungkap, Alasan Rizky Irmansyah Sukses Curi Perhatian Nikita Mirzani

Jaksa Agung, Hendarman Supanji mengaku belum menerima rekomendasi itu. Padahal, dialah yang berhak mengeluarkan keputusan atas nama Kejaksaan Agung soal kejelasan nasib kasus yang menjerat mantan Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi.

"Kasus VLCC belum maju, tapi saya sudah dapat laporan lisan," kata Hendarman usai pelantikan pejabat Eselon I dan II di Sasana Baharuddin Lopa, Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Hasanuddin, Jakarta, Kamis 15 Januari 2009.

Dari laporan lisan yang didengarnya, Hendarman mengatakan ada beberapa alasan penghentian kasus, misalnya tidak ditemukan harga pembanding kapal tangker dan tak ada kerugian negara.

Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), kata Hendarman, dinyatakan tak bisa jadi alat bukti. "Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tak bisa menghitung secara kongkrit," tambah dia.

Secara terpisah, kuasa hukum Laksamana Sukardi, Petrus Selestinus meminta kejaksaan segera menghentikan kasus VLCC. "Karena publik sudah tahu hasil penyidikan, unsur kerugian negara tak ditemukan, begitu juga unsur melawan hukum," kata dia di Gedung Kejaksaan Agung, Kamis 15 Januari 2009.

Selain itu, tim pengacara juga menyerahkan putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung terkait kasus VLCC sebagai dasar acuan kejaksan. "SP3 kalau nantinya dikeluarkan akan sangat kuat," tambah dia.

Kasus penjualan dua kapal VLCC semula diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 2004. Namun, Kejagung kemudian mengambil alih kasus tersebut pada Juni 2007 karena telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP).

Top Trending: Suami Sandra Dewi Punya Saham Triliunan, Ramalan Jayabaya Soal Masa Depan Indonesia

Dengan demikian,  menurut Wakil KPK Bidang Penindakan saat itu, Tumpak Hatorangan, penyidikan hanya boleh dilakukan satu instansi dan penentuannya dilakukan saat SPDP telah keluar.

PT Pertamina, saat dipimpin Baihaki Hakim, memesan dua unit VLCC dari Hyundai Heavy Industries di Ulsan Korea Selatan seharga US$65 juta per unit. Namun, dengan alasan kesulitan likuiditas, direksi baru Pertamina di bawah pimpinan Arifin Nawawi melepas dua kapal itu seharga US$184 juta pada April 2004.

Pada Maret 2005, Komisi Pengawas Persaingan Usaha memutuskan Pertamina melanggar sejumlah pasal dalam UU  Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat dalam kasus penjualan dua unit VLCC itu.

Ketidakjelasan nasib kasus VLCC membuat nasib ketiga tersangkanya, yakni mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi, mantan Direktur Utama PT Pertamina Ariffi Nawawi, dan mantan Direktur Keuangan Pertamina Alfred H Rohimone, terkatung-katung.

Berpengalaman di DPR, Sumail Abdullah Dinilai Berpotensi Maju Pilkada Banyuwangi
VIVA Militer: Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky

Rusia Telah Menangkap Pemodal Teroris Serangan Moskow, Ternyata Dikirim Melalui Ukraina

Dalam penemuan itu, mereka mengklaim bahwa negara Ukraina telah membayar “sejumlah besar dana” kepada para pelaku.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024