Gugatan UU Pemilu

Syarat Dapat Kursi di DPR Dinilai Tak Logis

VIVAnews – Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Daerah, Adhi Massardie, mengatakan alasan penerapan parliamentary threshold Undang-undang Pemilihan Umum tidak logis.

HKTI Usulkan HPP Gabah Naik Jadi Rp6.757

“Jika dilihat dari kenyataannya, logika pembuat UU itu sangat kabur,” kata Adhi. PPD merupakan salah satu penggugat parliamentary threshold ke Mahkamah Konstitusi.

Adhi menyontohkan, oleh panitia khusus Rancangan UU Pemilu DPR, syarat parliamentary threshold itu dimaksudkan untuk menguatkan peran pemerintah di lembaga legislatif.

Sadis! Agustami Paksa Kekasih Gelapnya Aborsi di Kelapa Gading, Korban Tewas Pendarahan

Namun, setelah rancangan itu jadi UU, kenyataannya ketentuan parliamentary threshold itu menyulitkan partai memiliki perwakilan di DPR. Di sana ditentukan hanya partai yang memiliki suara minimal 2,5 persen secara nasional yang dapat kursi di parlemen.

“Partai yang dapat dua persen, tidak bakal bisa mengirim kader-kadernya ke parlemen,” kata dia. “Tapi, kami (partai) masih bisa bergabung untuk mengajukan calon presiden. Di sinilah logika pembuat UU kabur.”

Kalahkan 11 Negara, Siswa Indonesia Sabet Emas Kompetisi Matematika Internasional di Australia

Penggugat parliamentary threshold berjumlah sebelas partai. Mereka yang menggugat adalah Partai Demokrasi Pembaruan,  Partai Patriot, Partai Persatuan Daerah, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Nasional Banteng Kemerdekaan, Partai Perjuangan Indonesia Baru, Partai Karya Perjuangan, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Kasih demokrasi Indonesia.

Didampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, mereka mendaftarkan gugatan pada Rabu 14 Januari 2009.

Patra M. Zen, Ketua YLBHI mengatakan pasal itu menghilangkan kesempatan calon legislator mendapat kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya