Prabowo Subianto

Saat Prabowo Beralih Rupa

VIVAnews – GAMBAR pria gempal bersafari krem itu terlihat setiap hari. Hari ini dia menyapa petani. Esok bicara kepada pedagang pasar. Lalu, setelah 30 detik, sebuah pernyataan datang membujuk: “Saya Prabowo Subianto. Bergabung lah dengan Gerindra.” Dan sesekor burung pun memekik...

Begitu lah salah satu penggalan iklan politik Prabowo. Tiap hari iklan itu bisa ditemui di hampir semua stasiun televisi. Siang, sore, bahkan malam hari—tak menunjukkan tanda-tanda surut walau krisis ekonomi global tengah membelit. Sudah digenjot sejak awal 2007, boleh dibilang iklan advertensi Prabowo seperti seorang pelari maraton yang tak kunjung kehabisan nafas.

Pengaruh iklan memang cukup efektif. Menurut pengamat militer CSIS, Kusnanto Anggoro, berkat gencar beriklan itu lah popularitas Prabowo cepat meroket.

Prediksi Premier League: Brentford vs Manchester United

Masyarakat kini tak lagi mengenal Prabowo sebagai calon presiden dari kalangan militer, apalagi mengenangnya sebagai mantan Komandan Jenderal Kopassus yang pernah dinyatakan terlibat skandal penculikan aktivis di tahun 1998. Prabowo seperti telah beralih rupa menjadi sosok yang peduli nasib petani dan pedagang kecil.  

Selain beriklan, Kusnanto menganalisis, Prabowo mengadopsi model operasi penggalangan Korps Baret Merah dalam strategi politiknya. Dia tak melulu membidik elit perkotaan, tapi secara agresif bergerilya ke basis-basis petani dan pedagang kecil. Dibanding masyarakat perkotaan, warga di daerah pinggiran dan pedesaan yang memiliki tingkat rata-rata akses informasi dan pendidikan yang masih rendah cenderung tak lagi mengingat jejak Prabowo di militer dulu.

Bahkan, guna meredam masa lalunya yang kelabu, Prabowo merangkul sejumlah aktivis yang dulu dia culik. Desmond J. Mahesa, Pius Lustrilanang, dan Haryanto Taslam, kini menjadi kader inti Gerindra.

Hasilnya mujarab, setidaknya menurut klaim mereka. Hanya dalam tempo satu tahun Partai Gerindra mengaku sudah meraup 10 juta anggota.



Strategi pencitraan yang pro-rakyat kecil ini, menurut pengamat militer LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, membuat Prabowo semakin ditakuti rival-rivalnya. Apalagi, uang Prabowo konon “tak berseri.” Jika terus gencar beriklan dan agresif menggarap basis-basis massanya, diyakini Ikrar, Prabowo bukan tak mungkin bisa mengancam SBY. “Ini yang ditakutkan,” katanya.

Terlebih, masih kata Ikrar, kini muncul kegelisahan di tubuh sebagian kelompok Angkatan Darat terhadap SBY. Pasalnya mereka kecewa sebab anggaran militer di pemerintahan SBY semakin mengkerut.  



Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Saiful Mujani, membenarkan  efektifitas iklan di balik terkereknya popularitas Prabowo. Namun, menurut sejumlah survei LSI, Prabowo masih kalah pamor dibanding SBY. Prabowo dan Wiranto hanya mendapat dukungan kurang dari 10 persen responden. Adapun Sutiyoso lebih tragis lagi, tak pernah lebih dari satu persen.

Perbedaan itu cukup mencolok bila dibandingkan SBY dan Megawati Soekarnoputri. Menurut survei LSI terakhir, yang digelar Desember 2008, SBY didukung 43 persen responden, sedangkan Megawati 18 persen. Ringkas kata, Prabowo bersama Wiranto masih berada di papan kedua.

Yang menarik, latar belakang militer ternyata bukan lagi modal yang bisa diandalkan. Ketika ditanyakan soal figur sipil atau militer dalam menjatuhkan pilihan, menurut Saiful hanya dua persen yang memilih kandidat berdasarkan latar belakang ketentaraannya. “Berarti masyarakat sudah tidak melihat sipil-militer lagi,” katanya.

Pendapat senada dilontarkan Direktur Indo Barometer, Mohammad Qodari. Dia pun melihat soal sipil-militer kini tak lagi jadi pertimbangan utama. Yang menentukan, apakah program yang ditawarkan memikat atau tidak. Di sini lah Qodari melihat Prabowo berhasil menarik hati sebagian calon pemilih.

Hasil survei Indo Barometer menunjukkan pada awal 2007 Prabowo masih terseok di papan bawah. Namun di akhir tahun 2008 namanya langsung melejit ke papan tengah. Dan bukan tak mungkin Prabowo masih akan naik peringkat. “Tergantung manuvernya,” ujar Qodari.

Qodari mencontohkan laju SBY pada Pemilu 2004. Semula popularitas SBY cuma berada di peringkat kedua setelah Megawati. Kondisi ini lalu berbalik arah: SBY menyalip ke urutan pertama, Mega jadi nomor dua.

Dengan sejumlah terobosan, Qodari melihat, hal ini bukan tak mungkin dipetik Prabowo. “Dia bisa menjadi kuda hitam,” kata Qodari, setengah meramal.

Wapres terpilih Gibran Rakabuming Raka

Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Gibran Ucapkan Selamat Jadi Pemenang Pilpres 2024

Gibran Rakabuming Raka menerima ucapan selamat usai ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024 dari Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Khaled bin Mohamed bin Zayed Al Nahyan.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024