Gubernur NTB Gugat UU Cukai Tembakau

VIVAnews - Undang-undang Nomor 39 tahun 2007  tentang cukai tembakau (UU Cukai Tembakau) dinilai sangat kabur. UU ini  dianggap tidak jelas mendefinisikan provinsi yang berhak mendapat pembagian atas cukai tembakau.

"Apakah provinsi yang mempunyai pabrik rokok saja, atau provinsi yang menghasilkan bahan baku," kata Andy Hadiyanto selaku kuasa hukum Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mahkamah Konstitusi.

Zainul mengajukan uji materiil Pasal  66 A ayat 1 UU Cukai Tembakau itu ke Mahkamah Konstitusi, Selasa 10 Februari 2009.

Andy menjelaskan selama ini NTB merupakan penghasil tembakau terbesar yang mempunyai kontribusi besar terhadap cukai tembakau. Akan tetapi provinsi ini tidak pernah mendapat pembagian cukai tembakau. "Hanya daerah-daerah yang memiliki pabrik rokok saja yang memperoleh pembagian cukai," katanya.

Sementara itu, Ahli pemohon, Prayitno Basuki, dalam persidangan mengatakan pembagian cukai itu dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan kepada para petani tembakau dalam mengembangkan pertanian tembakau sesuai dengan standar Good Agricultural Practice. "Sehingga sangat penting untuk peningkatan kualitas tembakau yang dihasilkan dan pada akhirnya akan mengurangi ketergantungan kita terhadap tembakau impor," kata Prayitno.

Dalam permohonannya, Gubernur NTB menilai dengan tidak diperolehnya bagian dari hasil cukai tembakau oleh provinsi penghasil tembakau menyebabkan tujuan dari cukai hasil tembakau untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, dan pembinaan lingkungan sosial tidak terlaksana secara menyeluruh dan tidak adil. Oleh karena itu, dalam permohonannya, Pemerintah Provinsi NTB merasa sangat dirugikan. Pemohon meminta Mahkamah untuk membatalkan pasal yang dimohonkan itu.

Saham Berdividen, Pilihan Terbaik untuk Investor Konservatif
Ilustrasi Gedung KPK.

KPK Ungkap Masih Ada 6 Menteri dan 3 Wakil Menteri Jokowi Belum Lapor LHKPN

KPK mengingatkan tingaal tiga hari lagi tenggat waktu bagi pejabat negara, termasuk menteri untuk melaporkan LHKPN.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024