Buku Biografi Politik Taufiq Kiemas (III)

Saat di Bui, Taufiq Belajar pada Tokoh PKI

VIVAnews - Setelah dibesarkan di tengah keluarga Masjumi yang kental ke-Islamannya, Taufiq Kiemas lalu "merantau" ke kalangan nasionalisme di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. Namun perantauan pengetahuannya belum berhenti di sana. Suatu waktu dalam perjalanan hidupnya, Taufiq sempat menimba ilmu dari tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia.

Suatu waktu, pada Maret 1966, koran Noesa Poetra milik Partai Syarikat Indonesia yang dikenal dekat dengan partai yang telah almarhum, Masjumi, menurunkan berita Soekarno terlibat gerakan 30 September. Partai Nasional Indonesia yang saat itu dipimpin Ali-Surcahman disebut berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.

Berita ini membuat aktivis-aktivis GMNI Palembang yang saat itu dipimpin Taufiq berang. Pagi-pagi, sebelum koran sempat diedarkan dari percetakannya, mereka membakarnya.

Taufiq sebenarnya tak tahu menahu kejadian itu. Tahu-tahu Taufiq didatangi kader-kader GMNI menyatakan merekalah pelaku pembakaran. Taufiq yang merasa harus bertanggung jawab menyatakan siap menanggung ulah kawan-kawannya itu.

"Saya pikir, kalau saya enggak berani bertanggung jawab hari ini, saya tidak akan berani bertanggung jawab sampai kapanpun selama hidup saya," ujar Taufiq dalam biografi politiknya "Jembatan Kebangsaan" yang diluncurkan Kamis 19 Februari 2009.

Taufiq akhirnya dicokok aparat keamanan bersama sejumlah kader GMNI Palembang lainnya. Mereka dijebloskan dalam sel tahan Corps Polisi Militer Kodam Sriwijaya, Palembang. Awalnya mereka berdesak-desakan dengan ratusan tahanan PKI, namun setelah itu ditaruh dalam satu sel tersendiri.

Selama penahanan itu, salah satu kawan Taufiq yang bernama Hasan jatuh sakit. Hasan akhirnya meninggal dunia saat ditahan bersama Taufiq dan 21 kader GMNI lainnya. Namun, kata Taufiq, perlakuan terhadap tahanan PKI lebih buruk lagi daripada yang mereka tanggungkan. "Orang-orang yang terindikasi PKI disiksa, lantas dihabisi begitu saja tanpa catatan atau pengadilan apapun," kata Taufiq.

Saat Taufiq ditahan, keluarganya terkena imbasnya. Bapaknya, Tjik Agus Kiemas yang saat itu Kepala Dinas Jawatan Perdagangan Sumatera Selatan dicopot dari jabatannya. Adiknya, Santayana Kiemas, dikeluarkan dari sekolahnya.

Taufiq akhirnya dibebaskan dari penjara, namun dengan catatan, tak boleh lagi tinggal di Palembang. Kebebasan Taufiq dijamin dua jenderal, Jenderal AH Nasution dan Letnan Jenderal Alamsjah Ratu Prawiranegara, yang merupakan kenalan ayahnya ketika aktif sebagai tentara. Begitu bebas, Taufiq lalu merantau ke Jakarta, ke kota kelahirannya.

Namun tak sampai setahun di Jakarta, tahun 1967, ayahnya berpulang. Taufiq yang anak sulung kemudian mengambil alih posisi kepala keluarga. Bersama adiknya, Santayana, mereka menghidupi ibu Hamzatun Rusjda, tiga adik laki-laki dan lima adik perempuan mereka. Taufiq membanting tulang melakoni berbagai macam bisnis. Namun sembari mencari uang, politik tak pernah hilang dari hidupnya.

Kondisi politik yang masih carut-marut setelah kekacauan tahun 1965 membuat Taufiq terus-menerus gelisah. Dia terus membina hubungan dengan mantan aktivis GMNI. Belakangan dia membina hubungan dengan sejumlah perwira muda Soekarnois. Namun jaringan ini bocor, Taufiq lagi-lagi dijebloskan dalam penjara: Rumah Tahanan Militer Budi Utomo Jakarta.

Di penjara yang dikatakan Taufiq bak 'Hotel Indonesia' itu, dia berkumpul dengan tahanan-tahanan politik kaliber nasional dari berbagai aliran. Taufiq berkenalan tokoh-tokoh dari aliran Islam ekstrim, Soekarnois, dan kader-kader PKI dan organisasi massa underbouw-nya.

Taufiq tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Hampir tiap hari, dia menyambangi satu-satu tokoh-tokoh politik yang kebanyakan berafiliasi ke PKI itu. "Aku beruntung bisa belajar banyak dari tokoh-tokoh politik itu. Pengetahuan dan pengalaman politik mereka hebat-hebat," katanya dalam buku yang disusun Rustam F Mandayun, Muhammad Yamin, Helmy Fauzy dan Imran Hasibuan itu.

Satu setengah tahun mendekam di penjara itu membuat Taufiq mendapat ilmu politik yang banyak. Taufiq mendapatkan satu hal: "Kalau mau main politik, harus punya jaringan yang luas. Dan untuk membina jaringan politik itu, sikap apriori sedapat mungkin harus dihilangkan bahkan terhadap lawan politik sekalipun."

Begitu keluar, Taufiq pun belajar terbuka dengan berbagai aliran politik. Siapapun didekatinya termasuk tentara. "Saat itu aku berpikir harus belajar politik dari yang menang, bukan yang kalah," katanya. Dan pemenang krisis politik saat itu jelas hanya satu: tentara.

Namun pengalaman Taufiq berinteraksi dengan tokoh-tokoh PKI sempat mendapat sandungan. Taufiq dituduh lawan-lawan politiknya saat di Partai Demokrasi Indonesia tidak bersih diri alias terlibat PKI. "Tuduhan itu jelas ngawur," kata Taufiq membantah.

Badan Intelijen Strategis bahkan sempat mengusut keterlibatan Taufiq dalam aktivitas PKI. Pengusutan itu jelas tidak menemukan indikasi itu sama sekali. Taufiq dinyatakan "bersih diri" dan "bersih lingkungan". Dan seperti disebutkan AM Hendropriyono yang saat itu pejabat menengah di Badan Intelijen Strategis, laporan mengenai Taufiq itu pun sampai ke tangan Presiden Soeharto.

Jumlah Korban Tewas atas Aksis Terorisme ISIS-K di Moskow Capai 140 Jiwa
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) (foto ilustrasi).

Ketua DPD PSI Jakbar Mundur, DPW PSI Jakarta: Kami Tidak Mentolerir Kekerasan Seksual

Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Jakarta Barat, Anthony Norman Lianto mengundurkan diri dari jabatannya, ditengah kasus dugaan pelecehan seksual dituduhkan

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024