Pengamat Politik UI Boni Hargens

Demokrat Idap Sindrom Tak Percaya Diri

VIVAnews -  Sejumlah manuver dan pertemuan yang dilakukan oleh berbagai partai politik akhir-akhir ini dengan dalih membangun komunikasi politik, justru diartikan bentuk tidak percaya diri. Pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Boni Hargens, menyebutnya sebagai sindrom tak percaya diri (PD).

"Ada satu kesamaan yang akhir-akhir ini terlihat pada semua parpol, yakni sindrom tidak PD," ujar Boni dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 2 April 2009.

Sindrom ketidakpercayaan diri partai tersebut terlihat cukup serius, terutama pada Partai Demokrat yang terkesan dimusuhi bersama oleh beberapa partai lain, sehingga sampai muncul sentimen 'asal bukan SBY.' Menurut Boni, Partai Demokrat berada di titik persimpangan yang cukup sulit setelah pecah kongsi dengan Golkar. Kondisi ini berimbas pada penetapan calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.

Boni menganalisis, kemungkinan SBY akan mengambil tokoh Golkar lagi sebagai pendampingnya, tapi secara individu, bukan dalam konteks institusi partai. Artinya, SBY tidak akan mengambil Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla lagi sebagai calon wakil presiden, melainkan tokoh Golkar lain bisa membawa gerbong Golkar.

Tokoh ini nanti diharapkan memicu migrasi tokoh Golkar pro-Jusuf Kalla, persis seperti yang dilakukan SBY pada Pemilu 2004 ketika ia menggandeng JK yang merupakan tokoh Golkar namun berada di luar struktur kepartaian.
 
Boni juga mengingatkan bahwa posisi Partai Demokrat bisa menjadi sulit bila sampai muncul kuda hitam - tokoh di luar dirinya dan Megawati - yang bisa merangkul partai-partai lain.  "Misalnya kuda hitam itu adalah Prabowo, maka SBY dan Mega bisa lewat," ujar Boni.

Namun, lanjutnya, bila tokoh ketiga yang muncul adalah JK, maka hal itu bisa diabaikan dan pertarungan akan tetap terjadi antara Megawati dan SBY.

Bagaimanapun, berbagai wacana koalisi seperti Golden Triangle dan Golden Bridge yang belakangan ini marak muncul, dinilai Boni sebagai hal yang lumrah, dan bukan suatu hal yang buruk.  "Yang penting, koalisi fix nantinya harus mempunyai kontrak politik yang jelas," tutur Boni.

Boni juga sependapat bahwa koalisi akan terbentuk pasca-Pemilu legislatif, karena koalisi notabene membicarakan strategi dan kekuatan - dua hal yang baru akan terlihat setelah Pemilu 9 April.

Belakangan, bertepatan setelah Jusuf Kalla mengumumkan siap menjadi calon presiden, Partai Demokrat rajin menyambangi partai-partai lain. Sejauh ini Demokrat telah menemui Partai Amanat Nasional, Partai Bulan Bintang, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Pelopor, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dan Partai Demokrasi Pembaruan.

5 Makanan yang Bisa Menurunkan Kadar Gula Darah untuk Penderita Diabetes
Ilustrasi membersihkan wajah.

Jangan Asal Obati, Ini Cara Membedakan Antara Jerawat Purging dan Breakout

Munculnya jerawat bisa karena bermacam-macam alasan, namun yang paling sering dibicarakan adalah jerawat purging dan breakout yang terjadi karena reaksi kulit terhadap sk

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024