Eksekusi Mati Amrozi cs

Baru Puas Kalau Melihat Mayat Mereka

VIVAnews -- Hingga hari ini, tragedi Jalan Legian, Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002, belum sirna dari ingatan Nyoman Sunada. Mungkin juga selamanya. Gendang telinga bar tender Paddy's Pub ini masih trauma dengan ledakan bom jahanam itu.

Malam itu dia meracik minuman untuk para tamu yang kebanyakan wisatawan manca negara. Disc jokey asyik mengulik cakram digital menghibur penonton. "Lengkingan musik di Jalan legian masih bersahutan dari deretan tempat hiburan," kisah Nyoman.Semuanya sangat senang.

Petaka itu tiba pukul 23.00 WIT. Dia mendengar ledakan. Kemudian tak ingat apa-apa lagi. Ketika tersadar, dia merasakan bahu kanannya seperti habis dipanggang. Pendengarannya nyaris berhenti. Hanya sayup-sayup dia mendengar rintihan orang minta tolong.

Ketika matanya terbuka dia melihat kehancuran di sekelilingnya. Tamunya bergelimpangan. Dalam kondisi begitu, dia menguatkan diri mengevakuasi sejumlah korban dan memungut serpihan daging manusia.

Belakangan diketahui, peristiwa ini memakan korban cukup banyak. Sekitar 202 orang tewas, sebagian besar warga Australia. Lebih 329 terluka. Ketika itu, polisi memastikan bom itu  diledakan  teroris. Seluruh dunia mengutuk.

Mabes Polri menurunkan Detasemen Khusus 88 untuk mengusut kasus ini. Cukup taktis. Tak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Hanya dua pekan, tersangka ditangkap. Polisi menangkap jejak pelakunya dari Mitsubhisi L300 yang menjadi sumber bahan peledak penghancur di situ.

Tercatat pemilik mobil itu adalah Amrozi yang ditangkap pada 5 November 2002 di Dusun Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Amrozi bin Nurhasyim lahir 5 Juli 1962 di Lamongan, Jawa Timur.

Polisi mengidentifikasi dua kelompok pelakunya, yaitu pasangan adik kakak Amrozi dan Muckhlas alias Ali Gufron yang dibantu Ali Imron, yang disebut kelompok Lamongan, Jawa Tengah. Satu kelompok lagi dipimpin Imam Samudra, yang dikenal dengan kelompok Banten. Mereka ditangkap dalam bulan November 2002.

Tersangka mengakui perbuatannya. Bahkan ada pengakuan tambahan dari Imam Samudra kepada polisi, yaitu tentang keberadaannya di balik pengeboman Gereja Santa Ana dan Gereja HKBP di Jakarta Timur, serta pengeboman pusat perbelanjaan Atrium Senen, Jakarta Pusat. Dua peristiwa yang terjadi pada 2001.

Imam mengaku sebagai veteran perang Afghanistan. Pria bernama asli Abdul Azis ini sudah meninggalkan Indonesia sejak lulus Madrasah Aliyah Negeri Serang, pada 1990. Dia ke Karachi, Pakistan. Kemudian menuju Khost di Afghanistan, di sinilah dia melakukan kegiatan militer selama dua tahun.

Dari situ dia menetap di Malaysia dan tinggal di Johor selama enam setengah tahun. Di negeri jiran itu dia menyusun aksi melawan barat, dengan alasan telah terjadi ketidak adilan terhadap Islam. Dia mengawali aksinya dengan aksi bom Natal di Batam pada 2000.

Dari aksi inilah kemudian dia dekat dengan Amrozi yang ditemuinya di Malaysia pada 1994. Dari kampungnya, Lamongan, ke Malaysia akhir 1980 untuk mencari kerja. Dia bersama abang  tertuanya, Mukhlas, seorang ustad yang juga diadili dalam serangan bom Bali.

Lalu mereka merancang aksi di Bali. Imam beralasan, mereka menyerang agen Mossad dari Israel dan CIA dari Amerika. Mereka bergembira dengan hasil pengeboman itu. Kasus ini kemudian bergulir ke pengadilan.

Diakhiri dengan vonis hukuman mati oleh majelis hakim. Ali Imron divonis penjara seumur hidup. Segala upaya hukum yang mereka tempuh, semuanya kandas.

Hingga kemudian pada 29 Oktober 2008, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengumumkan eksekusi mati dilakukan awal November 2008. Beragam reaksi datang. Ada kelompok yang menentang hukuman mati ini.

Korban Bom Bali justru tentu saja menyimpan kegeraman.  Mereka jengkel melihat terpidana bak selebritis bicara di televisi sesukanya. "Mereka menganggap dirinya tak bersalah," kata Sunada.

Korban bom juga heran kenapa pemerintah tak kunjung mengeksekusi. Kini muncul keraguan pada para korban. Apakah akan ada eksekusi mati itu? "Saya baru percaya kalau media menayangkan wajah tiga mayat pelaku Bom Bali I," kata Sunada. "Artinya pemerintah melaksanakan janjinya."

Media Asing Soroti Suporter Indonesia di Qatar, Sebut Jadi 'Mini Jakarta'
Ilustrasi harga tiket pesawat pendorong inflasi.

DPR Tolak Iuran Pariwisata Dibebankan ke Industri Penerbangan, Tiket Pesawat Bisa Makin Mahal

Anggota Komisi VI DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) Evita Nursanty menolak rencana pemungutan iuran dana pariwisata.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024