Jaminan Penuh Dana Nasabah

Penjaminan 1998 Gagal karena Cheos Politik

VIVAnews - Sepuluh tahun lalu pemerintah sempat menerapkan penjaminan penuh terhadap dana nasabah di bank, namun gagal. Ekonom Tony A Prasetiantono menilai kegagalan tersebut karena adanya cheos politik, bukan murni kepanikan ekonomi.

Pernyataan Tony ini menanggapi pernyataan Wapres Jusuf Kalla soal penjaminan penuh yang pernah gagal pada 1998 lalu karena flight (capital flight) tetap terjadi secara besar-besaran, bunga naik, inflasi besar, dan kurs mencapai Rp 17 ribu.

Saat ini, kata Tony, suku bunga sudah cukup tinggi sehingga ada tuntutan dari kalangan usaha agar bunga diturunkan. Namun penurunan tidak serta merta bisa dilakukan agar mata uang rupiah tidak melemah. Dibutuhkan pengawalan khusus, yakni penjaminan penuh pemerintah atas dana nasabah, sehingga nasabah tetap merasa aman menempatkan dananya di bank.

"Pada 1998, rupiah memang melemah, tapi itu bukan karena penjaminan penuh, tapi situasi politik yang semakin cheos, kepercayaan hancur. Sekarang situasinya tidak seperti itu," kata Tony dalam seminar di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa 18 November 2008. Seminar juga dihadiri Wapres Jusuf Kalla.

Meski memasuki tahapan Pemilu 2009, saat ini tidak ada cheos politik. Selain itu rasionalitas ekonomi juga masih ada. "Jika hanya panik ekonomi, penjaminan penuh bisa efektif mengerem orang migrasi dana dari bank kecil ke bank besar akibat isu kalah kliring atau bank besar ke luar negeri karena Malaysia, Hongkong yang memberikan penjaminan penuh cukup menarik," kata dia.

Namun Kalla menegaskan tanpa penjaminan penuh pun sistem perbankan nasional cukup aman, karena meski maksimal Rp 2 miliar dana yang dijamin pemerintah, nasabah yang menyimpan uangnya lebih dari angka itu masih tetap aman, terutama di bank BUMN. Karena sisanya yang Rp 2 miliar lagi ditanggung pemegang saham. Dan pemegang saham bank BUMN adalah pemerintah. Artinya 100 persen dana nasabah secara tidak langsung sudah dijamin pemerintah.

Jika penjaminan dilakukan secara penuh, pemerintah khawatir terjadi BLBI jilid II. "Kalau jatuh BLBI lagi, bagaimana bayarnya. Kita sudah ada Rp 600 triliun (BLBI) sampai sekarang, sampai KPK turun tangan, kalau ada BLBI jilid II bagaimana itu," cetus Kalla.

Sengketa Pilpres Dinilai Jadi Pembelajaran, Saatnya Prabowo-Gibran Ayomi Semua Masyarakat
Airlangga Hartarto Didukung Satkar Ulama jadi Ketum Golkar 2024-2029

Airlangga Dapat Dukungan Satkar Ulama jadi Ketum Golkar Lagi, Didoakan Menang Aklamasi

Dukungan ke Airlangga Hartarto, untuk kembali memimpin Partai Golkar, terus berdatangan. Kali ini, dari organisasi didirikan Golkar, yakni Satuan Karya atau Satkar Ulama.

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024