Independensi KPK Terancam
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia pada 14 November 2008 menarik dua perwiranya yang selama ini bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Mereka adalah Brigadir Jenderal Polisi Bambang Widaryatmo dan Ajun Komisaris Besar Polisi, Akhmad Wiyagus.
Proses pemindahan ini menjadi sangat janggal karena beberapa hal. Pertama, alasan maupun pertimbangan pemindahan yang tidak jelas. Alasan klasik yang selalu digunakan oleh pihak Polri adalah mutasi ini sebagai suatu yang biasa dan atau sebagai langkah penyegaran. Alasan ini pada satu sisi sangat sumir, dan pada sisi yang lain dapat dianggap sebagai suatu penghukuman atau pengasingan. Pemindahan dari posisi strategis (Direktur Penyidikan dan Direktur Pengaduan Masyarakat KPK) ke posisi yang tidak strategis (Karo Litbang dan Kapolres Sumedang) dapat dinilai sebagai pembuangan dan bukan promosi. Pertanyaan selanjutnya, jika kedua orang ini telah dinilai sebagai orang terbaik KPK, akan tetapi justru mendapatkan demosi dari Kepolisian RI, apakah yang melatarbelakangi keputusan tersebut?
Kedua, penarikan kedua personel KPK diatas terkesan sangat tergesa-gesa mengingat mereka belum lama menjabat sebagai direktur di KPK. Dengan kata lain, keputusan itu tidak dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pimpinan KPK secara kolegial. Meskipun dapat saja salah satu pimpinan KPK memutuskan hal tersebut tanpa dibicarakan dengan pimpinan KPK yang lain.
Yang pasti, kebijakan penarikan personel yang dilakukan oleh Kapolri secara tiba-tiba tanpa ada pembicaraan atau koordinasi dengan pimpinan KPK secara kolegial, akan menjadi preseden buruk bagi KPK di masa datang. Pihak Kapolri (baik atas inisiatif sendiri maupun inisiatif dari luar) dapat saja melakukan intervensi atau melemahkan posisi KPK atau dengan seenaknya menarik perwira Polri atau yang diperbantukan di KPK. Padahal perwira polisi yang diperbantukan di KPK juga terikat dengan kontrak kerja dengan KPK yang didalamnya mengatur soal jangka waktu kerja. Jika tidak ada sistem atau prosedur yang pasti atas rotasi jabatan di Kepolisian, khususnya yang sedang ditugaskan di KPK, maka kebijakan diskresional tersebut sangat potensial diselewengkan.
Ketiga, dibalik penarikan yang dikatakan sebagai suatu hal yang biasa, kami mengkhawatirkan bahwa hal ini terkait upaya untuk menyelamatkan beberapa kasus korupsi kakap yang sekarang ditangani oleh KPK. Artinya mutasi kedua perwira Polri di KPK bisa jadi merupakan bagian dari skenario pihak-pihak tertentu untuk mengkandaskan penanganan kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi eksekutif, legislatif maupun pengusaha besar di Indonesia. Jika keputusan menarik personel Kepolisian di KPK bermotifkan kepentingan semacam ini, KPK sedang diancam bahaya besar.
Masyarakat mungkin tidak terlalu mengetahui bahwa baik Bambang (selaku Direktur Penyidikan) dan Wiyagus (baik sewaktu menjadi penyidik maupun setetelah menjadi Direktur Pengaduan Masyarakat) punya peran siginfikan dalam pengungkapan kasus-kasus korupsi kelas kakap. Keduanya sesungguhnya merupakan aktor yang tidak terpisahkan dari keberhasilan KPK selama ini.
Mereka punya peran penting dalam pengungkapan sejumlah kasus korupsi seperti kasus suap aliran dana Bank Indonesia yang melibatkan sejumlah anggota dewan dan pejabat Bank Indonesia termasuk Aulia Pohan (besan Presiden SBY), kasus suap alih fungsi hutan yang diduga melibatkan anggota dewan dan Menteri Kehutanan, kasus korupsi pengadaan kapal di Departemen Perhubungan, pemeriksaan sejumlah kepala daerah (aktif maupun mantan) yang dinilai punya dukungan yang kuat dari sejumlah partai politik.
Sebagaimana diketahui dalam kapasitasnya sebagai Direktur Pengaduan Masyarakat KPK, Akhmad Wiyagus tengah menangani kasus yang dilaporkan Agus Condro terkait suap dalam proses pemilihan deputi gubernur Bank Indonesia. Selain diduga melibatkan sebagian besar anggota partai poltik tertentu sebagai penerima, kasus ini juga diduga melibatkan kalangan pengusaha kelas kakap sebagai penyandang dana dan tim sukses dalam proses pemilihan tersebut.
Proses mutasi "dadakan" ini dapat dipastikan akan mempengaruhi proses penuntasan kasus-kasus korupsi tersebut. Bukan mustahil prosesnya akan tersendat, atau hanya menjerat aktor kelas dua atau bahkan pada penghentian kasus.
Adnan Topan Husodo merupakan peneliti di Indonesia Corruption Watch.
VIVA.co.id
20 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
VIVA Networks
Yogyakarta Tuan Rumah Seri Pembuka Superchallenge Supermoto 2024, Catat Tanggalnya
100KPJ
4 jam lalu
Superchallenge Supermoto Race 2024 Seri Kejurnas bakal berlangsung sebanyak lima seri di lima kota berbeda. Untuk seri pembuka akan berlangsung di Yogyakarta.
Benarkah Insecure Dosa? Begini Kata Habib Jafar
Sahijab
sekitar 1 bulan lalu
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
Lirik Lagu I Can Do It With A Broke Heart - Taylor Swift dan Terjemahan
IntipSeleb
sekitar 1 jam lalu
Berikut lirik lagu I Can Do It With A Broke Heart yang dinyanyikan oleh Taylor Swift dalam album The Tortured Poets Department, dan resmi dirilis pada 19 April tahun 2024
Mengenal Ritual Mappacci, Prosesi yang Dilakoni Putri Isnari dan Calon Suami Jelang Pernikahan
JagoDangdut
26 menit lalu
Putri Isnari siap melangkah ke jenjang pernikahan dengan Abdul Azis. Sebelum akad nikah, Putri Isnari menggelar serangkaian acara adat, salah satunya Malam Mappacci.
Selengkapnya
Isu Terkini