Angin Baru al-Qaeda

Oleh: Pepe Escobar

Tim Cook Puts Investment to Build Apple Developer Academy in Indonesia


Al-Qaeda kini telah kembali. Buktinya, seorang komandan senior al-Qaeda di Afganistan, Mustafa Abu al-Yazeed, berani melakukan wawancara dengan stasiun televisi Pakistan, Geo TV, di Khost, Afganistan bagian timur. Seperti biasa, komentar yang muncul adalah kebencian atas Amerika. “Menurut kami, tidak ada bedanya antara rakyat Amerika dengan pemerintahnya. Bila melihat dari kacamata hukum syariah, rakyat dan pemerintah Amerika sama-sama kafir dan melawan Islam. Kita harus bergantung pada serangan-serangan bunuh diri yang tentu saja sesuai dengan hukum Islam. Kami menempuh cara (serangan bunuh diri) ini karena kesenjangan yang besar antara kemampuan kami dengan musuh dalam hal sumber daya materi,” demikian kata Mustafa.

Wawancara tersebut tidak saja membicarakan jihad yang defensif. Mustafa pun mengutarakan strategi klasik al-Qaeda: memanfaatkan jalur lintas batas milisi Taliban dalam meladeni serangan pasukan gabungan Amerika Serikat (AS) dan NATO. Dia juga menyayangkan sikap pemerintah Pakistan yang cenderung pro-Amerika dan sekutu-sekutunya. “Yang menyedihkan, justru pemerintah Pakistan yang menghancurkan sebagian besar misi kami. Presiden (Pervez) Musharraf telah melanggar kepercayaan umat Muslim dan berperan atas hancurnya pemerintahan Islami di Afganistan. Musharraf dan pemerintahnya telah membuat kesalahan-kesalahan besar. Belum ada contoh yang mirip di negara-negara Islam,” kata Mustafa.

Dia terang-terangan mengaku bahwa al-Qaeda lah yang bertanggungjawab atas serangan bom mobil bunuh diri di luar Kedutaan Besar Denmar di Islamabad, Pakistan, awal Juni lalu. Saat itu enam orang tewas. Jadi kenapa al-Qaeda begitu percaya diri dalam menempatkan seorang komandan top mereka di depan sorotan kamera milik stasiun televisi asing dan bukan lewat jaringan media mereka sendiri, as-Sahab?   
Para Jihadis kini menilai bahwa medan di Afganistan – melawan para kafir tentara AS dan NATO (Organisasi Pertahanan Atlantik Utara) – lebih penting ketimbang di Irak. Tepatlah saat kandidat presiden AS Barack Obama menilai bahwa bukan Irak, melainkan Afganistan yang seharusnya menjadi “fron utama perang melawan teror.”

Namun bisa jadi penilaian Obama masih kurang tepat. Saat ini fron yang penting seharusnya berada di Pakistan. Pada dasarnya al-Qaeda menginginkan suatu kekalifahan Islam lintas batas. Namun, gerakan neo-Taliban, yang berbasis di Pakistan, tidak memiliki ambisi yang muluk-muluk. Itu karena mereka sudah punya Emirat Islam yang berada di kawasan-kawasan suku Waziristan, yang letaknya dekat dengan perbatasan Afganistan. Mereka kini justru berambisi memperluasnya. Namun mereka juga tahu tidak akan sanggup menguasai seluruh Pakistan. Seorang pakar di Washington mengenai kawasan-kawasan persukuan di Pakistan menggambarkan gerilya neo-Taliban tersebut sebagai “perjuangan kelas bawah – mirip suatu revolusi yang dilancarkan kaum tani. Baitullah Mehsud [pemimpin neo-Taliban di Pakistan] hanyalah seorang petani dari keluarga miskin.”

Namun yang mengejutkan adalah kaum neo-Taliban kini menguasai Provinsi North-West Frontier, yang dekat perbatasan Afganistan dengan ibukota Peshawar. Mereka sudah mengendalikan sejumlah distrik di Peshawar.  Pihak berwenang Pakistan pun tidak punya kuasa atas wilayah-wilayah tersebut. Di kawasan itulah Taliban menerapkan hukum syariah yang ketat. Bila pihak keamanan setempat menolak mentaati, yang bersangkutan langsung dibunuh. Tidak heran bila neo-Taliban kini membuat ciut nyali banyak pejabat tingkat menengah dan rendah Pakistan. Milisi tersebut bahkan berani-beraninya menetapkan tenggat waktu bagi pemerintah daerah yang relatif sekuler dan progresif untuk membebaskan semua teman-teman mereka dari penjara. Bagi pemerintah Pakistan sendiri, satu-satunya cara yang dapat dilakukan saat ini yaitu berkonsolidasi menerapkan pengawasan lingkungan untuk mencegah supremasi total Taliban. Ini menunjukkan bagaimana mililter Pakistan tak berdaya – atau mungkin tak berkeinginan – untuk memerangi Taliban.

Sementara itu di provinsi Kunar dan Nuristan di Afganistan, Taliban kini menguasai hampir semua pos pemeriksaan keamanan. Tak heran bila Mustafa – berbicara atas nama al-Qaeda – menjabarkan konsep perang tanpa batas. Dalam wawancara dengan Geo TV, ia berkata, “Ya, kami tidak dapat memisahkan penduduk wilayah-wilayah suku dari Afganistan yang merupakan bagian dari Pakistan dan rakyat Pakistan. Ya, kami kini kian mendapat dukungan dari penduduk-penduduk suku di Pakistan. Nyatanya, adalah kewajiban bagi mereka untuk memberi bantuan dan itu diwajibkan oleh agama. Ini bukan hanya tanggungjawab bagi penduduk di kawasan suku, namun juga berlaku di penjuru Pakistan.”

Dalam suatu pertemuan tingkat tinggi al-Qaeda di Miramshah, Waziristan Utara, pimpinan al-Qaeda menegaskan bahwa mereka tidak sekadar berharap namun juga menginginkan perang/jihad di Afganistan bisa menyebarluas ke wilayah-wilayah suku di Pakistan. 
Sementara itu Amerika Serikat melalui Pentagon (Departemen Pertahanan) tengah menyiapkan medan peperangan baru. Mereka berkali-kali mengirim pesawat intai-bersenjata tak berawak, Predator ke kawasan-kawasan suku. Cara itulah yang sampai kini menjadi andalan Pentagon selain beberapa kali mengirim pasukan khusus ke wilayah-wilayah tersebut. Di lain pihak, strategi al-Qaeda adalah berupaya menarik sebanyak mungkin tentara Amerika ke wilayah-wilayah itu, yang berliku-liku dan bergunung-gunung. Itu merupakan ideologi klasik Osama bin Laden. Bila AS terpancing menyerang wilayah-wilayah suku yang dekat dengan Pakistan, rakyat di negara tersebut sudah pasti akan marah karena militer Pakistan dianggap tidak berdaya melihat wilayah penjagaannya diobrak-abrik AS. Pada akhirnya al-Qaeda akan berada di atas angin dengan diberi ruang lingkup yang lebih bebas.  

Lalu bagaimana dengan Osama sendiri? Apakah dia masih hidup….atau sudah menjadi hantu? Bagaimana strategi selanjutnya? Hassan Ibrahim dari stasiun televisi al-Jazeera baru-baru ini mengungkapkan kepada seorang wartawati Barat, Kristina Borjesson, bahwa “bin Laden masih hidup. Kabar bahwa di menderita gagal ginjal dan perlu mesin dialysis cuma omong kosong, rumor bikinan CIA. Tahun 2002 salah seorang istrinya diwawancara oleh sebuah majalah Saudi dan dia membantah isu tentang dialysis tersebut. Setelah operasi Tora Bora [serangan militer AS di Afganistan tahun 2001], istri keempatnya meminta cerai. Dia lalu punya istri baru April 2005, yang memberinya seorang anak laki-laki. Ayahnya [mempelai perempuan] adalah seorang pengusaha berpengaruh Saudi dari Hejaz yang mengumumkan dari mesjid pernikahan putrinya dengan bin Laden.” (Diambil dari Asia Times, 2008, www.asiatimes.com)

Pepe Escobar adalah kolumnis “Asia Times” dan penulis buku Globalistan: How the Globalized World is Dissolving into Liquid War (Nimble Books, 2007) dan Red Zone Blues: a snapshot of Baghdad during the surge.

WhatsApp.

WhatsApp Punya Fitur Menemukan Pesan dengan Cepat

WhatsApp, aplikasi pesan instan milik Meta, meluncurkan Filter Chat agar pengguna dapat menemukan pesan tanpa harus menelusuri seluruh kotak masuk.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024