VIVAnews - Latihan gabungan telah dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian RI dalam menanggulangi bahaya terorisme. Namun, dipertanyakan praktek operasi gabungan di lapangan.
Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono mengatakan idealnya ada peraturan yang memayungi operasi gabungan dua kesatuan tersebut.
"Tapi yang lebih penting adalah efektifitas operasi gabungan TNI-Polri," kata dia, usai acara penutupan latihan kesiapsiagaan, ketanggapan dan kesegeraan TNI-Polri dalam penanggulangan antiteror, di lapangan udara Halim Perdanakusuma, Senin 22 Desember 2008.
Secara terpisah, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal Djoko Santoso mengatakan dari temuan-temuan dari pelaksanaan operasi gabungan akan disusun aturan bagaimana operasi bersama dilakukan. Sejauh ini, katanya, "Ada tiga kriteria."
Kriteria pertama, kata Djoko, sasaran bisa diselesaikan sendiri oleh polisi, yang kedua satu sasaran diselesaikan kepolisian dengan bantuan tentara.
Peran tentara, kata dia, dominan jika lokasi sasaran membutuhkan kompetensi-kompetensi atau kemampuan TNI. "Seperti di Selat Malaka, perlu pengintaian udara. Maka disitu TNI lebih dominan," tambah Djoko.
Soal payung hukum, Panglima menyerahkan apapun bentuk aturan itu kepada pemerintah. "Kalau kita namanya prosedur tetap," tambahnya.